koranindopos.com – Saat ini dari aspek saluran komunikasi keadilan hukum, semakin tampak bahwa negeri ini tidak dalam keadaan baik-baik.
Karena itu, Mahkamah Rakyat Luar Biasa (MRLB), menurut hemat saya dari sudut proses komunikasi keadilan, juga sebagai kritik dan respon terhadap antara lain potensi tidakberkeadilannya keputusan dua mahkamah hukum terkait kepemiluan.
Pertama, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat umur calon presiden dan wakil presiden yang berujung Ketua MK mendapat sanksi pelanggaran etika dari Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Keputusan MK tersebut seolah hanya “diberikan” kepada kepala daerah bukan untuk semua warga negara yang memenuhi umur tersebut sehingga tidak sejalan dengan Sila Kelima Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Selain itu, keputusan MK juga tidak inline dengan Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat.tentang dasar negara antara lain Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Lagi pula, setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih. Bukan hanya seolah ditujukan untuk kepala daerah.
Kedua, keputusan Mahkamah Agung (MA) tentang umur 30 tahun saat pelantikan kepala daerah (tingkat satu) terpilih Pilkada 2024.
Sementara persyaratan umur untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil serta Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sudah sangat jelas dan memberi kepastian hukum di UU nomor 10 tahun 2016, Pasal 7 ayat 2 e berbunyi:
berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
Oleh karena itu, Mahkamah Rakyat Luar Biasa (MRLB), menurut hemat saya dari sudut saluran komunikasi keadilan juga merupakan koreksi luar biasa terhadap keputusan MK dan MA terkait Pemilu 2024. (penulis: Dr. Emrus Sihombing Komunikolog Indonesia)