Koranindopos.com – Jakarta. Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto, mengomentari isu penculikan yang kerap dialamatkan kepada Prabowo dalam pemilu presiden. Dahnil menyatakan bahwa isu ini sengaja dimunculkan oleh lawan politik untuk menyerang Prabowo.
“Kasus penculikan ini selalu diulang-ulang setiap pemilu seperti halnya kaset rusak,” kata Dahnil saat ngobrol bareng Eddy Wijaya di podcast EdshareOn.
“Ini hanya untuk kepentingan elektoral dan untuk men-downgrade Pak Prabowo,” lanjutnya.
Menurut Dahnil, Prabowo telah mempertanggung jawabkan dirinya dalam kasus penculikan tersebut dengan berhenti sebagai perwira TNI, meskipun dalam putusan sidang Mahkamah Militer, Prabowo tidak terlibat secara langsung. Dahnil menegaskan bahwa loyalitas Prabowo terlihat dari kesediaannya memikul tanggung jawab terhadap pasukannya.
“Inilah yang saya sebut sebagai loyalitasnya beliau. Kadang yang bukan tanggung jawab beliau secara langsung, tapi beliau mau mengembannya demi menjaga kepentingan bangsa dan negara,” ucap Dahnil.
Dahnil menjelaskan bahwa sikap Prabowo ini telah membuat banyak orang yang sebelumnya berhadapan dengannya menjadi teman dekat, bahkan bergabung sebagai pendukung Prabowo dalam perpolitikan nasional.
Mengenai isu sindrom Stockholm terkait sikap para aktivis yang mendukung Prabowo, Dahnil mengatakan bahwa para aktivis ini menemukan kebenaran pada peristiwa 98, melihat nilai ksatria dan patriotisme dari Prabowo, serta nilai-nilai kemanusiaan.
“Pertama, mereka mengetahui bahwa Pak Prabowo tidak bersalah. Kedua, mereka melihat ada nilai ksatria dan patriotisme dari Pak Prabowo, dan ketiga, ada nilai-nilai kemanusiaan,” kata Dahnil.
“Ini ibarat pepatah Jawa yaitu becik ketitik ala ketara artinya pada saatnya yang benar akan terbuka dan yang salah akhirnya terlihat,” sambungnya.
Dalam konteks strategi politik terkini, Dahnil membantah isu bahwa Prabowo menggaet Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres mirip dengan strategi Bongbong Marcos di Filipina. Dahnil menyebut isu tersebut sebagai framing media, dan menjelaskan bahwa Prabowo melihat Gibran sebagai cawapres potensial yang mewakili generasi lintas zaman.
“Sejak awal Pak Prabowo yakin bahwa cawapres potensial adalah Mas Gibran. Pak Prabowo mewakili generasi lintas zaman sementara Mas Gibran mengimplementasikan anak muda yang dekat dengan sosial media dan teknologi,” ucapnya.
Dahnil menegaskan bahwa langkah besar Prabowo menggaet Gibran sebagai cawapres adalah untuk menjadi jembatan bagi masa depan generasi muda, khususnya menghadapi bonus demografi pada 2045.
Terkait dengan istilah ‘gemoy’ yang melekat pada Prabowo, Dahnil menjelaskan bahwa istilah tersebut bukanlah buatan timnya, melainkan julukan netizen yang menyukai tarian Gatot Kaca yang sering diperagakan oleh Prabowo. Dahnil menambahkan bahwa Prabowo senang dengan tarian tersebut, yang terinspirasi dari kakeknya, Margono Djojohadikoesoemo, salah satu tokoh bangsa.
Dengan demikian, Prabowo dan timnya memberikan klarifikasi terhadap isu-isu terkini yang berkembang, serta menjelaskan strategi politik yang dijalankan dalam persiapan pemilu presiden.
“Itu memang otentiknya Pak Prabowo. Kalau lagi gembira dia langsung joget begitu dari dulu. Bahkan pada
2019 itu sudah juga diperlihatkan. Sekarang saja di-framing seperti itu seolah-olah baru,” tandasnya.