Koranindopos.com – Samarinda. Di tengah realitas kehidupan modern yang makin kompleks, ada satu kebiasaan sederhana yang kerap diremehkan namun memiliki kekuatan besar untuk mengubah masyarakat: membaca. Bukan hanya membuka cakrawala, membaca adalah langkah awal membentuk cara berpikir, menentukan arah hidup, bahkan mempengaruhi kemajuan sebuah bangsa.
Kesadaran akan pentingnya budaya literasi inilah yang menjadi latar belakang digelarnya sosialisasi Pembudayaan Kegemaran Membaca (PKM) oleh Perpustakaan Nasional di Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis (19/6/2025). Acara ini menggugah kembali peran literasi sebagai fondasi pendidikan dan kehidupan, dimulai dari lingkungan paling dekat: rumah.
Menurut Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, proses pembentukan karakter literat tidak bisa ditunda atau diserahkan sepenuhnya pada sekolah. “Pondasi literasi dibentuk oleh orang tua,” ujarnya. Rumah, kata Hetifah, adalah tempat pertama anak-anak menyerap bahasa, memahami makna, dan belajar menafsirkan dunia.
Dalam konteks yang lebih luas, literasi bukan sekadar kemampuan membaca teks, tapi juga kemampuan memahami, mengevaluasi, hingga mengambil keputusan. Hal itu ditegaskan oleh Pustakawan Utama Perpusnas, M. Syarif Bando, yang mengatakan bahwa kecintaan pada bacaan adalah kunci menuju kepemimpinan. “Tidak ada orang yang akan menjadi pemimpin kalau dia tidak suka membaca. Karena pemimpin itu harus terus menginspirasi,” katanya.
Namun, di era banjir informasi seperti sekarang, tantangan membangun budaya literasi menjadi semakin kompleks. Banyak anak muda lebih akrab dengan konten singkat dan instan di media sosial ketimbang tenggelam dalam buku. Maka dari itu, perpustakaan dituntut lebih kreatif dan terbuka terhadap pendekatan baru.
Salah satu contoh inovatif hadir dari Samarinda melalui gerakan Samarinda Book Party, sebuah inisiatif komunitas literasi yang menggabungkan kegiatan membaca dengan konsep kekinian dan interaktif. Inisiatif semacam ini menjadi penting karena menyasar anak muda dengan pendekatan yang lebih fleksibel dan menyenangkan. “Samarinda Book Party menjadi salah satu contoh baik mengajak masyarakat senang dengan aktivitas keliterasian tapi tetap gaul,” ujar pegiat literasi lokal, Novan Leany.
Novan juga mencatat dalam risetnya bahwa jumlah penggerak literasi di Indonesia, termasuk Kalimantan Timur, sangat banyak. Tercatat sekitar 380 pegiat aktif di provinsi tersebut. Namun menurutnya, mereka perlu dukungan nyata, terutama akses bahan bacaan dan ekosistem literasi yang lebih hidup.
Perpusnas sendiri terus memperkuat peran perpustakaan sebagai pusat transformasi sosial. Melalui program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), perpustakaan didorong menjadi ruang terbuka yang bukan hanya menyajikan buku, tetapi juga tempat pelatihan keterampilan, diskusi publik, hingga penguatan komunitas.
Tahun ini, target besar dicanangkan: sebanyak 10.000 perpustakaan desa dan kelurahan akan menerima bantuan bahan bacaan bermutu, masing-masing sekitar 1.000 eksemplar. Bantuan ini juga diiringi dengan pelatihan pustakawan agar pengelolaan perpustakaan makin profesional dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat.
Tak hanya berhenti pada bantuan buku, inovasi baru juga diluncurkan melalui program KKN Tematik Literasi. Program kolaborasi antara Perpusnas dan Kemendikbudristek ini melibatkan 15.000 mahasiswa untuk turun langsung ke masyarakat, menjalankan aktivitas literasi dan menghidupkan semangat membaca di berbagai daerah.
Pada kesempatan tersebut, dilakukan pula penyerahan simbolis bantuan bahan bacaan kepada sejumlah perpustakaan dan taman baca, seperti Perpustakaan Tenun Cerdas, Perpustakaan Loa Buah, Perpustakaan Pelangi Buku, TBM Ridho Ilahi, TBM Kampung Tangguh, Rumah Literasi Pelita, serta Perpustakaan Masjid Darul Amin dan Masjid Al Ikhlas.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa membangun budaya literasi tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak. Ini adalah upaya kolektif yang memerlukan peran keluarga, komunitas, pemerintah, hingga mahasiswa. Dan yang paling penting, perubahan ini dimulai dari kesadaran bahwa membaca bukan sekadar aktivitas intelektual, tapi jalan hidup yang bisa mengubah masa depan siapa pun yang mau memulainya.