koranindopos.com – Jakarta. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti rendahnya tingkat literasi keuangan dan digital di kalangan masyarakat. Dalam rangka menghadapi maraknya kejahatan keuangan berbasis digital, OJK terus berupaya memberikan edukasi dan literasi kepada masyarakat untuk mengantisipasi risiko tersebut.
Menurut OJK, tingkat literasi keuangan masyarakat baru mencapai 49,6%, sedangkan literasi digital hanya mencapai 3,5 dari skala 1 hingga 5. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa masyarakat masih perlu meningkatkan kemampuan mereka dalam membedakan informasi yang benar dan tidak benar dalam konteks keuangan.
“Dalam kondisi seperti ini, masyarakat belum memiliki kemampuan untuk memilih dan memilah informasi dengan bijak,” kata Friderica Widyasari Dewi dalam diskusi FMB9 pada Senin (21/8/2023).
Data dari OJK mencatat bahwa hingga 3 Agustus 2023, sebanyak 1.194 praktik investasi ilegal berhasil dihentikan. Selain itu, juga ada 5.450 entitas pinjaman online (pinjol) ilegal dan 251 entitas gadai ilegal yang telah dihentikan. Total keseluruhan entitas yang dihentikan mencapai 6.895.
OJK juga mencatat bahwa kerugian masyarakat akibat investasi ilegal selama periode 2017-2022 mencapai Rp139,03 triliun.
Friderica, yang akrab disapa Kiki, menjelaskan bahwa kerugian masyarakat berasal dari aktivitas investasi ilegal, termasuk koperasi simpan pinjam, pinjol, dan gadai ilegal.
Namun, Kiki mengungkapkan bahwa ada harapan baru dalam sektor keuangan, terutama dalam mengatasi kejahatan keuangan berbasis digital, melalui Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
UU P2SK merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan umum melalui reformasi sektor keuangan di Indonesia. UU ini memberikan sanksi pidana termasuk denda hingga Rp1 triliun dan hukuman penjara 5-10 tahun bagi pelaku kejahatan keuangan ilegal.
“Dalam UU P2SK, pemberantasan aktivitas keuangan ilegal sudah memiliki sanksi yang tegas. Hal ini memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan keuangan ilegal,” tegas Friderica.
Lebih lanjut, Kiki menyebut bahwa saat ini telah ada Satgas Waspada Investasi yang terdiri dari OJK dan 12 Kementerian/Lembaga lainnya. Namun, sebelum UU P2SK, Satgas Waspada Investasi belum memiliki kekuatan hukum yang cukup kuat untuk memberikan efek jera pada pelaku kejahatan keuangan berbasis digital.
“UU P2SK memberikan sinyal yang kuat bahwa para pelaku kejahatan keuangan digital harus berhati-hati, karena undang-undang ini memiliki potensi untuk memberikan efek jera,” ungkapnya. (dni)