koranindopos.com – Jakarta. Media sosial X baru-baru ini diramaikan oleh kisah seorang warganet yang mengungkapkan bahwa adiknya yang masih duduk di kelas 2 SD sudah mengalami menstruasi. Unggahan tersebut pun mendapat banyak tanggapan dari netizen lain yang membagikan pengalaman serupa dalam keluarga mereka.
“Agak sedikit shock kelas 2 SD udah haid, padahal ga suka makan daging-dagingan (only ikan), ga suka makan sayur. Kira-kira karena apa ya?” tulis seorang netizen.
Komentar lain juga mengungkapkan kekhawatiran serupa. “IH ADEK GUE JG KELAS 3 UDAH HAID…. sedih maksudnya dia masih oon, pake pembalut aja yang kaya pempes gitu. Tapi gue juga dulu kelas 4 SD sih haidnya. Apa genetik yah…?” tulis akun @a***o__.
Fenomena menstruasi dini ini memunculkan berbagai spekulasi di kalangan warganet, mulai dari faktor genetik hingga pola makan. Dalam dunia medis, kondisi ini dikenal sebagai pubertas prekoks, di mana seorang anak mengalami pubertas lebih awal dari usia rata-rata, yakni sebelum usia 8 tahun pada anak perempuan.
Beberapa faktor yang dapat memicu pubertas dini antara lain:
- Genetik – Jika ada riwayat keluarga dengan pubertas lebih awal, kemungkinan besar anak juga akan mengalaminya.
- Asupan Makanan – Konsumsi makanan tertentu, terutama yang mengandung hormon atau zat tambahan, diduga bisa mempengaruhi hormon dalam tubuh.
- Paparan Lingkungan – Paparan bahan kimia seperti BPA dalam plastik dan zat kimia lainnya juga bisa berpengaruh terhadap hormon pertumbuhan.
- Faktor Kesehatan – Beberapa kondisi medis tertentu dapat memicu pubertas lebih awal.
Menstruasi dini bisa menimbulkan dampak psikologis bagi anak, terutama jika mereka belum cukup siap secara emosional untuk menghadapi perubahan tubuhnya. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memberikan edukasi dan pendampingan agar anak merasa nyaman serta memahami apa yang terjadi pada tubuhnya.
Jika orang tua mendapati anak mengalami pubertas lebih awal dari biasanya, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter spesialis anak atau ahli endokrinologi untuk memastikan bahwa kondisi ini tidak disebabkan oleh masalah kesehatan yang lebih serius.
Kisah ini menjadi pengingat bagi orang tua untuk lebih peka terhadap perubahan yang terjadi pada anak, serta memberikan pemahaman yang tepat agar mereka dapat menghadapi masa pubertas dengan baik.(dhil)