Koranindopos.com, Jakarta – Film horor sering kali menggambarkan manusia sebagai pusat dari setiap kengerian, tetapi Good Boy datang untuk membalikkan pakem itu. Disutradarai oleh Ben Leonberg dalam debut panjangnya, film ini menempatkan penonton di posisi yang jarang dibayangkan — melihat dunia menyeramkan dari sudut pandang seekor anjing. Pendekatan yang tampak sederhana ini justru menghasilkan pengalaman sinematik yang unik dan penuh kejutan. Good Boy akan tayang di jaringan bioskop Indonesia mulai 8 Oktober 2025, dan sudah mencuri perhatian sebagai salah satu film horor paling orisinal tahun ini.
Cerita berpusat pada seekor anjing jenis Nova Scotia Duck Tolling Retriever bernama Indy, yang baru saja pindah bersama pemiliknya, Todd (diperankan oleh Shane Jensen), ke rumah keluarga mereka di tengah hutan terpencil di New Jersey. Todd, yang menderita penyakit paru-paru kronis, berharap kehidupan baru di pedesaan bisa memberikan ketenangan dan udara segar. Namun, ketenangan itu segera berubah menjadi ketakutan tak terjelaskan ketika Indy mulai merasakan adanya sesuatu yang tidak kasat mata. Gerak-gerik aneh, bayangan samar di pojok ruangan, dan suara-suara misterius perlahan menyingkap bahwa rumah itu menyimpan rahasia kelam yang hanya bisa dirasakan oleh insting seekor anjing.
Leonberg mengeksekusi ide brilian ini dengan cara yang benar-benar immersif. Kamera ditempatkan sejajar dengan pandangan mata Indy, membuat penonton merasakan dunia dari perspektif rendah yang penuh rasa waspada. Tak ada sulih suara atau narasi batin, hanya bahasa tubuh, ekspresi, dan tatapan Indy yang menjadi jendela utama untuk memahami apa yang sedang terjadi. Ketegangan muncul bukan karena kejutan murahan, melainkan karena rasa gelisah yang tumbuh perlahan dari hal-hal kecil: keheningan yang terlalu lama, langkah kaki di malam hari, hingga reaksi naluriah Indy terhadap sesuatu yang tidak terlihat.
Dari sisi horor, Good Boy tampil elegan. Tidak ada deretan jumpscare atau efek visual berlebihan, tetapi atmosfernya begitu rapat dan menghantui. Setiap adegan terasa seolah-olah rumah itu benar-benar hidup , atau justru berpenghuni. Ketika Todd mulai menunjukkan perubahan perilaku akibat pengaruh entitas jahat, film ini berkembang menjadi kisah survival yang memilukan tentang kesetiaan dan keberanian seekor anjing yang berusaha melindungi tuannya dari sesuatu yang jauh lebih besar dari dirinya.
Penampilan Shane Jensen layak mendapatkan pujian. Ia mampu menampilkan perubahan karakter yang pelan namun nyata , dari seorang pria sakit yang rapuh menjadi sosok yang tampak dikuasai oleh kegelapan. Sementara itu, pencahayaan alami dan penggunaan suara ambient yang minimalistik menciptakan suasana yang realistis dan menekan, menjadikan rumah tersebut terasa seperti karakter tersendiri yang bernafas di sepanjang film.
Good Boy bukan sekadar film horor; ia adalah refleksi emosional tentang hubungan manusia dan hewan peliharaan, tentang kesetiaan yang tidak terbatas bahkan dalam situasi paling mengerikan. Ben Leonberg berhasil menunjukkan bahwa rasa takut tidak selalu harus datang dari monster atau darah , terkadang, ketakutan paling dalam muncul dari hal-hal yang tidak bisa dijelaskan oleh logika, tetapi sangat dirasakan oleh naluri.
Bagi penonton yang haus akan pengalaman horor yang berbeda, Good Boy adalah pilihan sempurna. Film ini membuktikan bahwa inovasi dalam sudut pandang bisa menghidupkan kembali genre yang telah berkali-kali dieksplorasi. Jangan lewatkan kesempatan untuk menyaksikan bagaimana teror dan emosi bersatu dalam satu kisah yang diceritakan lewat mata seekor anjing pemberani.
Good Boy mulai tayang di seluruh jaringan bioskop Indonesia pada 8 Oktober 2025 , bersiaplah untuk menatap ketakutan dari jarak sedekat mungkin. (Brg/Kul)