JAKARTA, koranindopos – Pemprov DKI sedang menyusun naskah akademik rancangan Undang-Undang (RUU) Kekhususan Jakarta saat ini. Di tengah proses penyusunan tersebut, DPD DKI Partai Golkar mengadakan forum group discussion (FGD) tentang Apa Kabar Sistem Pemerintahan Jakarta setelah Tak Lagi Menjadi Ibu Kota? secara virtual pada Selasa (22/3).
Ketua DPD DKI Partai Golkar Ahmed Zaki Iskandar menuturkan, diskusi tersebut berjalan dinamis. Narasumber yang mereka dapuk juga merupakan pakar bidang pemerintahan hingga politik. Pihaknya sebagai partai politik tentu saja sangat menyambut saran, masukan, dan kritik terhadap perkembangan undang-undang Provinsi Jakarta nantinya. ”Ini yang nantinya akan kami sampaikan kepada Komisi II DPR. Alhamdulillah, (diskusi) tadi (kemarin) juga dihadiri ketua Komisi II DPR yang nanti membahas undang-undang mengenai Provinsi Jakarta apakah akan menjadi provinsi pada umumnya atau tetap menjadi provinsi khusus,’’ papar Zaki.
Lebih lanjut, untuk penyederhanaan birokrasi, dia menyebutkan, sistem saat ini cukup baik untuk dilanjutkan meskipun tidak lagi menjadi daerah khusus ibu kota. ”Birokrasi yang begitu padat lebih baik sistem pemerintahannya tetap dengan yang sekarang. Tapi, kalau kita berbicara sistem pelimpahan atau kolaborasi kewenangan, yaitu daerah tingkat II yang menjadi daerah otonom, ini juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena itu, perlu kajian mendalam terkait nanti sistem pemerintah di Provinsi Jakarta,’’ ujarnya.
Baca Juga: Heroik kisah Anggota Bhabinkamtibmas Polres Muaro Jambi menolong warga yang sakit
Namun, terkait akan adanya pengurangan pendapatan asli daerah (PAD) setelah Jakarta tidak menjadi ibu kota, dia menyebutkan masih perlu analisis. Menurut dia, bila yang pindah hanya pemerintah, sementara pusat bisnis tetap di Jakarta, PAD Jakarta tidak terdampak. ”Jika pusat ekonomi bisnis masih berada di Jakarta, saya yakin PAD akan tetap atau justru akan bertambah karena punya potensi lain yang bisa digali ketika tidak lagi menjadi pusat pemerintahan,’’ katanya.
Menurut dia, adanya daerah otonom atau tingkat II di Jakarta setelah tidak menjadi ibu kota tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, provinsi lain bisa menjalankan RPJMD-nya dengan baik meski ada daerah otonom. ”RPJMD provinsinya tetap bisa berjalan karena sifat kolaborasi dengan tingkat II bisa berjalan. Perdanya juga diatur. Sebab, mungkin DKI belum terbiasa dengan sistem kolaboratif atau birokrasi berjenjang seperti provinsi lainnya. Ini juga harus kita lihat. Nggak ada masalah ketika Jakarta bisa kolaborasi dengan daerah tingkat II di sekelilingnya,’’ jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPD DKI Partai Demokrat Mujiyono yang hadir dalam FGD tersebut menuturkan, partai politik adalah salah satu yang menyambut baik adanya daerah otonom tingkat II di Jakarta. Sebab, partai politik memiliki peluang lebih besar untuk menjadi DPRD dan seterusnya, bupati wali kota, dan seterusnya. Namun, hal yang saat ini perlu dipikirkan terkait Jakarta adalah jangka panjang. Yakni, memikirkan Jakarta menjadi daerah apa nantinya.
”Menurut saya, dibandingkan kota pariwisata, mengapa kita tidak coba rumuskan sebagai ibu kota bisnis yang nantinya lebih dominan pada hal-hal yang terkait dengan bisnis. Kalau kita bilang DKI kota pariwisata, misalnya, rasa-rasanya kalah dengan Bali. Kalau kota pendidikan, rasa-rasanya kita jauh dibanding Jogja dan seterusnya,’’ katanya. (wyu/mmr)