koranindopos.com – Jakarta, Dalam kehidupan rumah tangga, perbedaan pendapat dan emosi sering kali menjadi bagian dari dinamika hubungan suami istri. Namun, di tengah amarah yang memuncak, terkadang seorang suami bisa kehilangan kendali hingga mengucapkan kata-kata cerai (talak). Lantas, bagaimana hukum talak yang diucapkan dalam keadaan marah? Apakah sah menurut syariat?
Dalam kajian fikih, ucapan talak dibagi menjadi dua jenis. Pertama, talak sharih, yaitu pernyataan yang jelas tanpa perlu penafsiran, seperti “saya ceraikan kamu” atau “kamu saya talak.” Kedua, talak kinayah, yaitu pernyataan kiasan yang maknanya masih bisa ditafsirkan, seperti “kita sudahi saja” atau “kamu pulang ke rumah orang tuamu.”
Keabsahan talak jenis kinayah bergantung pada niat suami saat mengucapkannya. Jika niatnya hanya untuk mengakhiri pembicaraan, maka tidak jatuh talak. Namun jika bermaksud mengakhiri pernikahan, maka talaknya sah.
Perbedaan Pendapat Ulama tentang Talak Saat Marah
Para ulama memiliki pandangan yang berbeda mengenai talak yang diucapkan dalam kondisi marah.
Sebagian ulama, seperti Syekh Zainuddin al-Malibari dari mazhab Syafi’i, berpendapat bahwa talak tetap sah meskipun diucapkan dalam keadaan marah. Dalam kitab Fathul Mu’in, beliau menegaskan:
“Para ulama bersepakat bahwa talak orang yang marah tetap jatuh, meskipun ia mengklaim kehilangan kesadaran karena amarah.” (Fathul Mu’in, hal. 112).
Namun, sebagian ulama lainnya menyatakan talak tidak sah jika kemarahan telah mencapai tingkat yang menghilangkan akal dan kesadaran. Pandangan ini didasarkan pada pendapat Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi dalam Fathul Qarib al-Mujib yang menyebutkan bahwa talak tidak berlaku bagi orang yang tidak sadar, termasuk orang gila, pingsan, tidur, atau dipaksa.
Tiga Tingkatan Marah Menurut Ulama
Untuk memahami lebih dalam, Syekh Abdurrahman al-Jaziri dalam Kitabul Fiqhi ‘alal Madzhabil Arba‘ah (juz IV, hlm. 262) membagi kondisi marah menjadi tiga tingkatan:
-
Marah tingkat awal, di mana seseorang masih mampu mengendalikan diri dan sadar dengan ucapannya. Talak dalam kondisi ini sah dan berlaku.
-
Marah tingkat puncak, ketika seseorang kehilangan kendali dan tidak sadar dengan apa yang diucapkan. Talak pada kondisi ini tidak sah karena disamakan dengan orang gila.
-
Marah tingkat pertengahan, yaitu amarah sangat tinggi namun kesadaran belum sepenuhnya hilang. Dalam kondisi ini, talak tetap sah menurut mayoritas ulama.
Perlu Penilaian Objektif
Menentukan sah atau tidaknya talak dalam kondisi marah harus dilakukan secara hati-hati dan objektif. Tidak cukup hanya berdasarkan pengakuan suami, tetapi juga memerlukan bukti, saksi, dan pertimbangan pihak berwenang, seperti petugas KUA atau tokoh agama setempat.
Konsultasi kepada pihak berkompeten sangat dianjurkan agar keputusan yang diambil sesuai dengan syariat Islam dan tidak menimbulkan penyesalan di kemudian hari.
Kendalikan Emosi, Jaga Keutuhan Rumah Tangga
Para ulama juga mengingatkan bahwa mengendalikan emosi adalah bagian dari kedewasaan seorang suami sebagai pemimpin keluarga. Ucapan talak yang dilontarkan tanpa pertimbangan dapat membawa konsekuensi besar bagi keharmonisan rumah tangga.
Menjaga kesabaran dan menghindari kata-kata cerai saat marah merupakan langkah penting untuk mempertahankan hubungan dan menciptakan keluarga sakinah.
Wallahu a‘lam bish-shawab.