Koranindopos.com, Jakarta – Kisah ironi menyelimuti hidup Mayjen TNI (Purn) Adam Rachmat Damiri. Sosok yang dulu dikenal sebagai pahlawan veteran Perang Seroja di Timor Timur itu kini harus berjuang mencari keadilan dari balik jeruji besi Lapas Sukamiskin. Di usia 76 tahun, perjuangan mantan perwira tinggi TNI ini belum berakhir. Ia kini menggantungkan harapan pada langkah hukum terakhir: Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi ASABRI yang menjeratnya.
Upaya hukum luar biasa tersebut secara resmi diajukan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat oleh tim kuasa hukum yang dipimpin pengacara Deolipa Yumara. Langkah ini, kata Deolipa, merupakan bentuk perjuangan untuk memperbaiki kekeliruan fatal dalam putusan sebelumnya yang dinilai tidak adil bagi kliennya.
Menurut Deolipa, Adam Damiri bukan sosok biasa. Ia adalah patriot sejati yang mengabdikan masa mudanya untuk membela kedaulatan NKRI. Namun, nasibnya kini berbanding terbalik dengan rekan-rekan seperjuangannya yang justru menduduki posisi penting di pemerintahan.
“Beliau adalah pahlawan veteran perang Timor-Timur, di mana teman-temannya udah pada jadi bos semua,” ujar Deolipa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025).
Deolipa bahkan menyebut nama dua tokoh besar yang dulu ikut berjuang di medan perang bersama kliennya. “Kosong delapan (08) sudah jadi presiden, kemudian Pak Safrie sudah jadi Menko, beliau di penjara,” tambahnya, menyinggung Presiden Prabowo Subianto dan Menko Safrie Sjamsoeddin.
Tim hukum menyoroti kejanggalan besar dalam vonis terhadap Adam Damiri. Menurut Deolipa, kliennya hanya menjabat di ASABRI antara 2011 hingga 2015. Anehnya, ia justru dihukum atas kerugian negara yang terjadi pada 2016 hingga 2020, ketika sudah tidak lagi menjabat.
“Yang lima tahun kemudian bukan tanggung jawab beliau,” tegas Deolipa.
Lebih jauh, Deolipa mengungkapkan bahwa sejak kasus ini mencuat, negara bahkan menghentikan pembayaran uang pensiun kliennya sebagai purnawirawan jenderal. Kondisi itu menambah berat beban hidup Adam Damiri yang kini menanti keadilan di usia senja.
Dengan pengajuan PK ini, pihaknya berharap Mahkamah Agung dapat meninjau kembali putusan dengan hati nurani dan keadilan yang sesungguhnya. “Kita akan membuat ini terang semua,” ujar Deolipa dengan nada optimis.
Dalam permohonan PK yang diajukan, tim kuasa hukum membawa enam bukti baru atau novum yang diyakini bisa menjadi kunci pembuka keadilan. Bukti-bukti tersebut, sebagian besar berupa dokumen keuangan yang menunjukkan adanya kekeliruan dalam putusan sebelumnya.
“Novum ini ada enam novum, kemudian ada analisa terhadap kekeliruan hakim dalam memutus,” jelas Deolipa.
Ia juga menegaskan dua poin utama dalam pembelaan mereka. Pertama, kliennya tidak pernah menerima uang dari hasil korupsi ASABRI. “Beliau tidak pernah menerima uang dari ASABRI,” tegasnya.
Poin kedua, kata Deolipa, menyangkut uang pengganti kerugian negara yang disita. Menurutnya, dana itu bukan hasil kejahatan, melainkan berasal dari aset pribadi Adam Damiri yang didapat dari usaha sah selama bertahun-tahun. “Uangnya diambil dari uang pribadinya Adam Damiri. Jadi bukan uang dari ASABRI,” ujarnya.
Adam Damiri sebelumnya divonis 20 tahun penjara di tingkat pertama, lalu dikurangi menjadi 15 tahun di tingkat banding, dan akhirnya berubah menjadi 16 tahun di tingkat kasasi. Kini, dengan enam bukti baru di tangan, tim hukum berharap majelis PK dapat membuka kembali tabir kebenaran yang tertutup.
“Kita akan buka ini supaya ada pertimbangan-pertimbangan baru dari majelis PK,” pungkas Deolipa. (Ris/Hend)