koranindopos.com – Depok. Seorang remaja asal Depok, Jawa Barat, bernama Ahmad Addril Hidayah (21), menjadi sorotan setelah berhasil meretas aplikasi pembayaran milik PT KAI dengan jumlah mencapai Rp 12 juta. Tindakan ini diungkapkan oleh Kapolres Metro Depok, Kombes (Pol) Arya Perdana, yang menjelaskan bahwa Addril melakukan aksinya setelah mempelajari sebuah tayangan video di YouTube.
Menurut Kapolres Arya, Addril berhasil mengubah sistem pembayaran KAI setelah belajar dari video yang diunggah di platform YouTube. Dengan menggunakan aplikasi hacking, dia berhasil mengubah nominal pembayaran top up Kartu Multi Trip (KMT) di aplikasi C-Access menjadi hanya Rp 1 saja, meskipun nominal yang masuk seharusnya bervariasi antara Rp 200.000 hingga 300.000.
Aksi remaja tersebut dilakukan dalam rentang waktu dari tanggal 26 hingga 28 Februari 2024 di Stasiun Depok Baru. Total, Addril melakukan aksi tersebut sebanyak 25 kali transaksi dengan total kerugian mencapai Rp 12.414.998.
Corporate Secretary PT KAI Commuter, Anne Purba, menegaskan bahwa meskipun terjadi retasan, keamanan saldo bagi pengguna aplikasi C-Access dan data pengguna commuter line yang terdaftar di aplikasi tersebut tetap terjamin. PT KAI Commuter memiliki manajemen keamanan informasi yang terstandarisasi dengan implementasi ISO 27001:2013.
Anne juga menjelaskan bahwa standarisasi keamanan tersebut secara berkala diaudit oleh auditor independen untuk memastikan keamanan dalam penerapannya. Dia juga meminta pengguna tidak perlu khawatir untuk menggunakan aplikasi tersebut.
Sementara itu, PT KAI Commuter bersama pihak berwajib dan pihak-pihak terkait terus berkoordinasi untuk mengusut tuntas terkait kejadian tersebut. Anne menegaskan bahwa pihaknya akan melanjutkan proses hukum terhadap pelaku, Addril Hidayah, sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam konteks hukum, pelaku dijerat dengan Pasal 33 juncto Pasal 49 dan/atau Pasal 30 juncto Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukuman yang dihadapi Addril adalah enam sampai maksimal 10 tahun penjara.
Kejadian ini menjadi peringatan bagi semua pihak terkait pentingnya menjaga keamanan sistem informasi, serta mengingatkan masyarakat akan potensi risiko dalam menggunakan aplikasi dan transaksi daring. (dni)