koranindopos.com – Jakarta, Krisis air telah menjadi ancaman serius yang menghadang banyak negara di dunia. Dalam upaya menanggulangi masalah ini, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mendorong agar pertemuan World Water Forum (WWF) ke-10 yang akan digelar di Bali pada 18 hingga 25 Mei mendatang menjadi momentum penting untuk mencari solusi bersama.
Dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB) bertajuk ‘Kolaborasi Tangguh Atasi Tantangan Perubahan Iklim’, Dwikorita mengungkapkan bahwa keadilan, ketersediaan, dan kualitas air masih belum dipandang adil secara global ataupun regional. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah-langkah kolaboratif untuk menangani masalah ini.
“Salah satu penyebab utama krisis air adalah terus meningkatnya emisi gas rumah kaca yang berdampak pada peningkatan laju kenaikan suhu udara,” ujar Dwikorita. “Ini berakibat pada proses pemanasan global dan fenomena perubahan iklim yang dapat memicu krisis air, pangan, dan energi.”
Menurut BMKG, dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan akan terjadi peningkatan daerah kekeringan di berbagai negara, disebut sebagai hotspot air. Hal ini dapat terjadi di negara maju maupun berkembang, termasuk Amerika, Afrika, dan negara lainnya.
Di sisi lain, ada daerah di dunia yang mengalami kelebihan debit air sungai atau banjir, yang juga merupakan dampak dari perubahan iklim. “Ini menunjukkan bagaimana perubahan iklim sedang terjadi di seluruh dunia, dan akan semakin buruk jika tidak dilakukan upaya mitigasi bersama,” tambah Dwikorita.
Meskipun Indonesia belum terdeteksi mengalami hotspot air secara nasional, kekeringan masih terjadi dalam skala lokal. BMKG memperingatkan bahwa jika tidak dilakukan mitigasi, Indonesia berpotensi mengalami krisis pangan pada tahun 2045-2050, yang dapat memengaruhi pertanian dan ketahanan pangan.
Dwikorita juga menyoroti proyeksi Food and Agriculture Organization (FAO) yang menyatakan bahwa krisis pangan akan menimpa hampir seluruh negara di dunia pada tahun-tahun mendatang. Lebih dari 500 juta petani skala kecil, yang merupakan penyumbang utama sumber pangan dunia, menjadi kelompok yang paling rentan terhadap perubahan iklim.
“Kejadian cuaca ekstrem dan bencana terkait air telah meningkat seiring dengan perubahan iklim, dengan lebih dari 11.778 kejadian bencana tercatat antara tahun 1970 hingga 2021,” tandasnya.
Dengan demikian, pertemuan World Water Forum ke-10 di Bali diharapkan dapat menjadi platform bagi negara-negara untuk berkolaborasi dan mencari solusi bersama dalam menangani krisis air yang semakin mendesak ini. (hai)