koranindopos.com – Jakarta. Menindaklanjuti masukan dari masyarakat terkait implementasi uang kuliah tunggal (UKT) untuk tahun ajaran 2024/2025, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, mengumumkan pembatalan kenaikan UKT. Keputusan ini diambil setelah serangkaian koordinasi dengan perguruan tinggi negeri (PTN), termasuk PTN berbadan hukum (PTN-BH), serta persetujuan dari Presiden Joko Widodo.
“Terima kasih atas masukan yang konstruktif dari berbagai pihak. Saya mendengar sekali aspirasi mahasiswa, keluarga, dan masyarakat. Kemendikbudristek pada akhir pekan lalu telah berkoordinasi kembali dengan para pemimpin perguruan tinggi guna membahas pembatalan kenaikan UKT dan alhamdulillah semua lancar. Baru saja saya bertemu dengan Bapak Presiden dan beliau menyetujui pembatalan kenaikan UKT. Dalam waktu dekat Kemendikbudristek akan mereevaluasi ajuan UKT dari seluruh PTN,” ujar Mendikbudristek Nadiem Makarim setelah bertemu Presiden di Istana Merdeka, Jakarta.
Dalam pertemuannya dengan Presiden, Nadiem juga membahas berbagai hal di bidang pendidikan, termasuk solusi untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa. “Saya mengajukan beberapa pendekatan untuk bisa mengatasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa. Terkait implementasi Permendikbudristek, Dirjen Diktiristek akan mengumumkan detil teknisnya,” lanjut Nadiem.
Pembatalan kenaikan UKT ini terkait dengan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT). Regulasi ini diterbitkan untuk meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bagi PTN dan PTN-BH, serta untuk mengakomodasi peningkatan kebutuhan teknologi dalam pembelajaran. Perubahan ini mengingat perubahan di dunia kerja yang semakin maju teknologinya, sementara SSBOPT tidak pernah dimutakhirkan sejak 2019.
Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 menekankan dua prinsip utama dalam penentuan UKT: asas berkeadilan dan asas inklusivitas. Penyesuaian SSBOPT juga mempertimbangkan fakta bahwa beberapa PTN memiliki UKT yang rendah atau belum disesuaikan selama lebih dari lima tahun, yang membuat kenaikan UKT dirasa tidak wajar.
Sebelumnya, sejumlah miskonsepsi terkait Permendikbudristek ini terjadi di masyarakat. Beberapa poin penting yang perlu diluruskan adalah:
- Hanya Berlaku untuk Mahasiswa Baru: Permendikbudristek ini sebenarnya hanya berlaku bagi mahasiswa baru.
- Data Ekonomi yang Tidak Akurat: Ada kemungkinan PTN keliru menempatkan mahasiswa dalam kelompok UKT yang tidak sesuai kemampuan ekonomi karena data yang diberikan mahasiswa tidak akurat.
- Kenaikan UKT yang Tidak Wajar: Beberapa PTN yang sebelumnya memiliki UKT rendah atau belum disesuaikan selama lebih dari lima tahun membuat kenaikan UKT dirasa tidak wajar.
- Kelompok UKT Tertinggi: Kesalahpahaman bahwa kelompok UKT tertinggi berlaku untuk kebanyakan mahasiswa. Padahal, hanya 3,7% mahasiswa baru yang ditempatkan pada kelompok UKT tertinggi.
Pembatalan kenaikan UKT ini diharapkan dapat meringankan beban mahasiswa dan keluarga serta memastikan keberlanjutan pendidikan tinggi yang inklusif dan berkeadilan di Indonesia. (hai)