Koranindopos.com – Jakarta. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat di tanah air. Tujuannya untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM berat masa lalu yang meninggalkan beban yang berat bagi para korban dan keluarga korban.
Peluncuran program tersebut diselenggarakan di Rumoh Geudong, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh belum lama ini. Pemerintah telah memutuskan untuk menempuh penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat yang berfokus pada pemulihan hak-hak korban. Presiden pun bersyukur program pemulihan tersebut dapat mulai direalisasikan.
Presiden Jokowi bersyukur bisa mulai merealisasikan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat di 12 peristiwa. ”Ini sekaligus menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya-upaya pencegahan agar hal serupa tidak akan pernah terulang kembali di masa-masa yang akan datang,” ujar Jokowi dalam rilis Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden.
Mantan gubernur DKI itu mengakui bahwa proses penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat di Indonesia melalui proses yang lama dan sangat panjang. Karena itu, Presiden menyampaikan ucapan terima kasih atas kebesaran hati para korban dan ahli waris korban menerima setiap proses yang berjalan.
”Saya yakin tidak ada proses yang sia-sia, semoga awal dari proses yang baik ini menjadi pembuka jalan bagi upaya-upaya untuk menyembuhkan luka-luka yang ada. Awal bagi terbangunnya kehidupan yang adil, damai, dan sejahtera di atas fondasi perlindungan dan penghormatan pada hak-hak asasi manusia dan kemanusiaan,” tutur Jokowi.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam laporannya menyampaikan alasan dipilihnya Provinsi Aceh sebagai awal dimulainya realisasi program pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat. Menurut Mahfud, pemerintah dan rakyat Aceh turut berkontribusi dalam catatan sejarah Indonesia.
Selain itu, lanjut Mahfud, hal tersebut merupakan bentuk penghormatan negara terhadap proses perdamaian yang berlangsung di Aceh. Serta penghormatan terhadap bencana kemanusiaan tsunami yang terjadi pada tahun 2004 lalu. ”Ketiga hal tersebut memiliki dimensi kemanusiaan yang kuat, relevan dengan agenda pemenuhan hak korban dan pencegahan yang sudah, sedang, dan akan terus dilakukan,” tandas Mahfud.