koranindopos.com – Jakarta. Semakin menguatnya dominasi minuman kekinian dari luar negeri yang merajai pasar Indonesia, rupanya mengundang kegelisahan Fidya Zurasta. Berangkat dari pemikiran itu, ibu rumah tangga yang berdomisili di Bekasi ini kemudian merintis Cincau Clinic, sebuah UMKM yang bergerak dalam usaha minuman tradisional.
“Kita ingin melestarikan minuman tradisional dengan cara beradaptasi terhadap selera modern sehingga tetap relevan dengan trend minuman-minuman kekinian yang semakin marak,” kata Fidya.
Es cincau hijau kemudian dilirik oleh Fidya karena kaya khasiat termasuk sebagai suplemen alami. Pada saat yang sama, pedagang minuman es cincau hijau semakin jarang ditemui. Diikuti dengan semakin sedikitnya minat petani membudidayakan tanaman cincau.
Dua hal itulah yang membulatkan niat Fidya, yaitu mendongkrak pamor minuman tradisional, sekaligus memberdayakan petani. Cincau Clinic kemudian menggandeng para petani dari daerah Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Wahyudi, salah seorang petani cincau Ciomas, bersyukur atas adanya kolaborasi antara UMKM dengan para petani seperti dirinya. “Kesulitan kami selama ini ketika menanam cincau, jalur pemasaran daun yang rutin itu belum ada. Itu yang jadi kendala kami selama ini,” ujar Wahyudi.
Kini, berkat adanya Cincau Clinic, paling tidak seminggu sekali Wahyudi bisa menjual daun cincau sebagai bahan minuman. “Saya menanam cincau jenis jelly. Tapi karena Cincau Clinic butuh juga cincau bulu, maka saya bisa mengajak petani lain. Alhamdulillah, adanya akses pemasaran ini saya bisa memperluas lahan agar kesinambungan pasokan terjaga,” papar Wahyudi.
Fidya mengakui bahwa adanya UMKM yang bisa menggerakkan rantai pasok (supply chain) merupakan tujuan utamanya mendirikan Cincau Clinic. Rantai pasok yang ia maksud adalah adanya petani yang memasok bahan baku, UMKM yang memproduksi produk, dan memasarkannya ke konsumen. “Sebaik-baiknya bisnis tentu yang bisa bermanfaat buat orang banyak, termasuk saudara-saudara kita para petani,” urai Fidya yang juga alumni Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya ini.
Fidya kembali mengingatkan bahwa pedagang es tradisional kini perlahan mulai tergeser oleh dominasi minuman kekinian dari luar negeri. Ia menyebut misalnya dominasi bubble tea, minuman manis asal Taiwan, berbahan dasar teh yang dicampur susu, es, dan boba dari tepung tapioka. Lalu ada thai tea, minuman khas Thailand.
“Kita sadar sekarang eranya globalisasi. Jadi tantangannya adalah bagaimana minuman tradisional bisa menyesuaikan diri tanpa harus meninggalkan identitas aslinya,” ujar Fidya. Oleh karena itu, Cincau Clinic memasarkan es cincau susu yang dikreasi dalam berbagai varian rasa, mulai dari es kopyor, brown sugar, alpukat, cocopandan, sampai susu kedelai (soya).
“Alhamdulillah respons pasar sejauh ini cukup baik. Bisa diterima di berbagai kalangan usia, mulai dari anak-anak sampai dewasa,” tukas Fidya. Salah satu outlet Cincau Clinic ini berlokasi di Jalan Puri Gading Utara Raya no. 108, Jatimelati, Pondok Melati, Kota Bekasi.
Di luar pemberdayaan petani, menurut Fidya, memilih cincau sebagai bahan minuman merupakan pilihan yang baik dan bijaksana. Mengingat cincau sudah lama dikenal kaya manfaat. Hal ini diamini oleh dr. Evy Kusumawardhani, salah seorang dokter yang berpraktek di Jakarta Selatan.
“Sudah banyak penelitian tentang manfaat cincau. Sejumlah hasil riset menjelaskan bahwa cincau hijau mengandung protein, mineral, vitamin, karbohidrat, lemak, serat pektin, dan senyawa-senyawa seperti polifenol dan flavonoid yang berguna sebagai antioksidan,” jelas Evy.
Evy juga menyebut bahwa serat seperti yang terkandung dalam cincau hijau bermanfaat untuk mengurangi konstipasi atau sembelit. Hal ini terjadi karena serat akan mempercepat waktu transit bahan makanan melalui usus kecil.
“Mengkonsumsi serat seperti cincau hijau juga akan mempercepat rasa kenyang. Kondisi ini sangat baik karena dapat mengurangi pemasukan energi dan obesitas sehingga menurunkan risiko hipertensi, apalagi jika dikonsumsinya dengan kombinasi yang tepat, bahan yang rendah lemak serta rendah gula akan lebih baik lagi manfaatnya” pungkas Evy.
Melihat potensi cincau hijau dalam konteks pengembangan pangan lokal, Cincau Clinic menyatakan terbuka terhadap peluang kolaborasi baru dengan berbagai pihak. “Kami sangat terbuka terhadap kolaborasi, tak hanya dengan para petani, tapi juga kalangan akademisi dari perguruan tinggi, jika ada hasil riset-riset baru tentang kebermanfaatan cincau hijau demi kepentingan yang lebih luas,” tukas Fidya. (ris)