Konsep smart city Kota Jakarta memang harus benar-benar smart. Termasuk memperlakukan tiang penerangan jalan umum (PJU). Bagi Director of Commerce and Operation Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) Ivan Cahya Permana, keberadaan tiang PJU di Jakarta harus multifungsi. Di benaknya, itu dapat berperan sebagai pemancar sinyal efektif dan efisien.
LAPORAN: Wahyu, Koranindopos.com
BAGI Ivan, wajah kota Jakarta ke depan sudah seharusnya menjadi kota nyaman. Termasuk bagi pejalan kaki. Di benaknya terbayang tiang (PJU) dapat menjadi simpul-simpul pemancar sinyal telekomunikasi multi provider. ”Konsepnya mirip kayak smart pool. Bisa jadi percontohan untuk Indonesia yang seperti ini,” tutur Ivan, menyambung perbincangan dengan Koranindopos.com di Kantor Perwakilan PT JIP di Gedung Jaya, Lt. 11, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, pekan lalu.
Bicara pembiayaan, Ivan mengatakan, project tersebut dibiayai penuh oleh JIP. Sementara untuk mencapai break event point (BEP) atau balik modal, nantinya JIP akan memungut biaya sewa kepada para operator yang menggunakan fasilitas smart pool maupun SJUT. ”Kami sewakan ke operator sesuai Pergub yang ada. Memang kita mendapat income. Tapi income-nya minimal. Artinya harganya sangat normal, tidak membebankan masyarakat dan operator,” ungkap Ivan.
Saat ini, megaproyek tersebut sedang berjalan secara bertahap. Menurut Ivan, pihaknya pun masih dalam proses belajar memperbaiki kekurangan. Termasuk merespons keinginan para operator. ”Seperti operator telelomunikasi minta a minta b. Kami juga belajar sama operator, bagaimana mereka bisa berada di dalam SCT. Kami masih berkoordinasi. Karena tidak hanya Pemprov DKI, ada Kementerian Kominfo yang mengatur telekomunikasi, ada Dinas Kominfo DKI, ada juga Dinas Bina Marga DKI, ada Dinas Lingkungan Hidup. Kami juga baru tahu kalau kabel masuk kategori limbah B3. Maka kami berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup,” bebernya.
Menurut Ivan, memang limbah kabel viber optik berbahaya terhadap kesehatan. ”Kalau pecahannya terserap hidung itu bahaya, makanya ada training khusus. Kalau kabel biasa dipotong putus, kalau kabel optik pecah. Itu bisa ke hirup hidung bahaya. Bisa ke paru paru, itu masih kategori B3 (bahan beracun dan berbahaya, red),” ungkap Ivan.
Sejatinya, sambung Ivan, pengalaman JIP di bidang telekomunikasi cukup panjang. Project SJUT di Jakarta merupakan salah satu megaproyek yang ditangani perseroan daerah tersebut. Jaringan klien mereka mayoritas merupakan operator telekomunikasi mancanegara. ”Kita sebut istilahnya colour provider. Kalau yang besar dan terkenal di Indonesia ada TBG (tower bersama grup, red), ada Mirtatel. Ke depan itu akan menjadi andalan kami juga,” beber Ivan.
Ivan mengatakan, Ibu Kota Jakarta terdapat banyak tower para operator telekomunikasi. Artinya, pasar terbuka lebar. ”Operator masih membutuhkan ini. Buat nanti ke 5G. Habis itu 6G dan itu akan lebih rapat lagi. Kalau kita 2G dulu jarak antar BTS kira kira lima kilo. 3G mulai 2 kilo. 4G 500 meter. Nanti 5G 100 meter. 6G mungkin 50 meter. Semakin rapat karena kebutuhan handpone masyarakat semakin tinggi,” bebernya.
Selain proyek-proyek telekomunikasi, sambung Ivan, JIP juga mendukung sejumlah pekerjaan Jakpro seperti Jakarta International Stadium (JIS) di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Publik belum mengetahui teknologi mutakhir yang diterapkan di stadion yang diklaim Ivan . ”Di sana ada pengolahan air kotor, ada solar sel, yang kurang tersosialisasi ke masyarakat. Secara desain JIS masih terus berkembang. Kompleks JIS ke depan akan terhubung dengan stasiun KRL dan ditunjang akses tol. InsyaAllah setahun ke depan semuanya selesai,” ujar Ivan. (*/mmr)