INDONESIA ditunjuk FIFA menjadi tuan rumah penyelenggaraan Piala Dunia U-17 pada 10 November-2 Desember tahun ini. Event tersebut tentu saja menjadi berita gembira bagi pecinta sepak bola tanah air. Menjadi oase di tengah kondisi timnas Indonesia senior yang masih tandus dari prestasi di tingkat Asia hingga dunia dan kualitas liga yang tak bosan untuk jalan di tempat. Apalagi setelah kita batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 20 Mei-11 Juni lalu.
Gegap gempita dan suka cita masyarakat tanah air terdengar nyaring di berbagai tempat dan postingan media sosial. Namun, tak berselang lama ekspresi sebagian kita mulai berubah karena ulah beberapa pihak yang terkesan mencampur adukkan urusan politik ke dalam persiapan menuju ajang sepak bola dunia usia muda itu. Yaitu perdebatan tentang layak dan tidaknya Jakarta International Stadium (JIS) yang berada di Tanjung Priok, Jakarta Utara, sebagai salah satu venue Piala Dunia U-17.
Perdebatan bermula saat PSSI menyebut JIS belum memenuhi standar FIFA untuk stadion yang akan dipakai event kelas dunia. Alasannya, pintu stadion tersebut hanya satu yang dibuka sehingga dikhawatirkan terjadi musibah seperti peristiwa Stadion Kanjuruhan Malang beberapa waktu lalu. Lokasi parkir juga tak luput dari koreksi petinggi PSSI. Belakangan kualitas rumput stadion yang dibangun menggunakan APBD DKI itu juga dipersoalkan karena dinilai tidak berstandar FIFA. Presiden Jokowi bahkan memerintahkan JIS direnovasi.
Berbagai alasan pihak pemerintah dan petinggi PSSI disangsikan sebagian kalangan. Warganet bahkan terang-terangan menyebut bahwa alasan sebenarnya JIS tak layak dijadikan venue Piala Dunia U-17 karena stadion tersebut dibangun Anies Baswedan saat menjadi gubernur DKI. Beda cerita jika stadion itu dibangun Jokowi atau Basuki T. Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidajat yang sama-sama pernah memimpin warga Jakarta. PSSI dan pemerintah dituding sengaja mempersoalkan kualitas JIS karena gengsi menggunakan karya Anies yang saat ini menjadi bakal capres yang disebut sebagai antitesis Jokowi.
Kalaupun tak ingin Anies mendapat ‘panggung’ dengan dipakainya JIS sebagai venue sepak bola dunia, suruh saja media fokus pada pertandingannya. Bilang pada wartawan jika stadion ini bukan milik dan kerja mantan gubernur seorang diri. Toh Anies selalu bilang dan mengakui bahwa JIS merupakan karya ribuan anak bangsa. Bukan miliknya. Kalau pun di luar itu nama Anies disebut, ikhlaskan saja. Anggap saja sedikit bonus untuk mantan rektor Universitas Paramadina itu yang ikut mengamini doa The Jakmania yang menginginkan dibangunkan stadion setelah mereka hanya diberi janji saat kampanye pilkada.
Cara itu agak lebih elegan. Dari pada cari alasan sana sini yang ujungnya mendapat hujan kritik dan hujatan dari warganet. Potongan podcast pengamat sepak bola Tio Nugroho dan Hadi Gunawan alias Bung Ahay beberapa bulan lalu yang membahas sikap PSSI terhadap JIS belakangan viral di media sosial. Mereka tak mengerti alasan PSSI yang menyebut JIS tidak memenuhi standar FIFA. Bahkan Bung Ahay yang telah beberapa kali hadir di stadion saat menyaksikan Piala Dunia di negara berbeda menyebut JIS diatas standar FIFA. Tak heran jika dia menyebut alasan PSSI yang menilai JIS tidak berstandar FIFA adalah penilaian yang tidak masuk akal.
Saya tak ingin terlalu jauh masuk dalam perdebatan layak atau tidaknya JIS menjadi venue Piala Dunia U-17. Apalagi saya belum pernah melihat dan merasakan langsung berada di tribun penonton stadion berkapasitas 82 ribu orang tersebut. Biarkan para pemerhati dan analis bola bersama PSSI yang mencari solusi terbaik dari perdebatan ini. Toh masyarakat terutama penggemar bola sudah sangat cerdas dalam menilai. Saya hanya berharap kita semua jujur pada diri sendiri. Jika JIS memang layak dan bertandar FIFA, pakailah. Jika benar-benar tak layak, cari stadion lain. Tak perlu memasukkan racun politik di dalam diskursusnya. Bukankah penyebab sepakbola kita jalan di tempat karena kerap diseret ke arena politik? Yuk, demi masa depan persepakbolaan kita.(*)