Koranindopos.com-Surabaya. Salah satu jenis makanan yang paling dicari oleh penggila kuliner adalah makanan yang unik dan mempunyai ciri khas. Otak otak adalah satu makanan berbahan dari daging ikan tenggiri yang dihaluskan dan diracik dengan bumbu khusus setelah itu dibalut dengan daun pisang lalu dikukus. Penyajiannya dibakar terlebih dahulu dan di padukan dengan sambel cocol kacang.
Untuk menghasilkan produk yang berbeda, salah satu pelaku bisnis kuliner otak otak dari Surabaya, Dhian Kusuma Wardhani (60), meracik otak otak ini dengan daging ikan bandeng yang kaya akan lemak omega 3.
“Keunggulan kandungan yang ada di ikan bandeng ini sangat luar biasa, jadi itu sebagai ciri khas otak otak khas saya,” ujar Dhian.
Kandungan daging lemak omega 3 ikan bandeng air payau ini dipercaya mampu mencegah perkembangan risiko penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung dan stroke.
Menurut Dhian, sejak tahun 2010 menggeluti bisnis ini, ia berhasil merebut sebagian pasar penggemar makanan otak otak. Bahkan pecinta kuliner dari luar negeri pun ikut merasakan kelezatan makanan otak otak buatannya. Beberapa wisatawan tersebut berasal dari Jerman, Belanda dan Hongkong, membeli otak-otak Bandeng untuk dibawa ke negaranya.
“Bermula dari menjajakan ke teman-teman dan sanak saudara hingga kini otak-otak bandeng ini masuk dalam daftar UMKM dan oleh-oleh khas Surabaya, bandeng otak otak bu dhian mulai di kenal oleh masyarakat surabaya dan sekitar pada tahun 2018 yaitu mengikuti kegiatan pameran UMKM yang diadakan oleh pemerintah kota Surabaya,” jelas ibu dua anak kelahiran Gresik.
Pasang surut bisnis kuliner juga dialami oleh Dhian Kusuma dalam perjalanan masa pandemi covid-19 melanda. Usahanya menukik, omzetnya terjun bebas. Situasi itu berbeda dibandingkan sebelum covid-19. Dia bisa mengirimkan pesanan ke luar kota.
Pada tahun pertama Covid -19, masih bisa mendapatkan hasil bagus. “Kami bisa kirim ke jogja dan bandung, lumayan bisa kirim sekitar 10-20 ekor bandeng otak otak seminggu sekali,” katanya dengan nada sedih.
Penjualan di masa Covid lalu benar benar anjlok, bahkan hasil produksi yang biasanya terjual dalam 3-4 hari baru habis dalam waktu satu bulan.
Sebagai wanita tangguh, ia itu harus memutar otak. Strategi mengurangi jumlah produksi adalah yang terbaik saat itu. “Saya tidak berani nyetok banyak-banyak. Biasanya 10-15 kg habis 3-4 hari, ini bisa sampai sebulan baru habis,” ujarnya.
Namun, situasi berubah pada tahun kedua pandemi. Omzet bisnis turun hingga 50-60 persen Dhian mengaku bisa menjual 10-15 kilogram otak-otak bandeng sebelum ada pandemi.
Seiring berlalunya pandemi, kini omset penjualan Otak-otak Bandeng mulai beranjak ke arah yang jauh lebih baik.
“Pernah waktu itu kehabisan stok ada yang meminta pesanan dadakan dari Kediri mau borong sepuluh ekor,” ungkapnya dengan senang.
Dia mengaku menjual produknya saat ini dengan harga Rp 60 ribu per ekor bandeng yang sudah di olah menjadi otak-otak . “Alhamdulillah pesanan terus mengalir, bahkan dari luar negeri,” ungkapnya.
Strategi penjualanpun digenjot lewat media sosial instagram bandengotak-otakbudhian dan facebook bandeng Otak – otak Bu dhian. (FEB)