koranindopos.com – Jakarta, BPJS Kesehatan akan mengalami perubahan signifikan dengan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang mulai berlaku pada Juli 2025. Perubahan ini mengikuti penandatanganan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 oleh Presiden Joko Widodo pada 8 Mei 2024. Peraturan tersebut mengubah ketentuan dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya terkait penghapusan kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan yang digantikan dengan sistem KRIS.
Dengan diterapkannya KRIS, iuran BPJS Kesehatan bagi peserta JKN juga akan mengalami perubahan. Namun, besaran iuran terbaru belum tercantum dalam Perpres 59 Tahun 2024 dan masih dalam tahap diskusi oleh pihak terkait.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan bahwa besaran iuran akan ditetapkan setelah evaluasi yang melibatkan BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan.
“Besaran iuran akan ditentukan setelah pihak-pihak terkait, seperti Kemenkes, DJSN, dan BPJS melakukan evaluasi, berdiskusi, serta menyepakati,” ujar Ghufron.
Saat ini, peserta JKN masih menggunakan iuran berdasarkan aturan lama, yaitu Perpres 63 Tahun 2022. Anggota DJSN, Asih Eka, menegaskan bahwa aturan lama tersebut tetap berlaku hingga iuran dalam sistem KRIS ditetapkan.
Adapun besaran iuran dalam aturan Perpres 63 Tahun 2022 untuk peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) adalah sebagai berikut:
- Kelas I: Rp150.000 per bulan
- Kelas II: Rp100.000 per bulan
- Kelas III: Rp35.000 per bulan (dengan subsidi pemerintah sebesar Rp7.000 per orang)
Besaran tarif ini masih berlaku dan akan terus digunakan hingga evaluasi penerapan KRIS selesai dan pemerintah menetapkan tarif baru.
Dalam skema saat ini, pembayaran iuran paling lambat dilakukan pada tanggal 10 setiap bulan. Tidak ada denda yang dikenakan jika pembayaran dilakukan tepat waktu. Namun, jika terdapat tunggakan dan peserta mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, maka akan dikenakan denda pelayanan sebesar 5% dari biaya diagnosa awal pelayanan kesehatan rawat inap. Denda ini dihitung berdasarkan jumlah bulan tertunggak dengan ketentuan berikut:
- Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 bulan.
- Besaran denda paling tinggi Rp30.000.000.
- Bagi Peserta PPU, pembayaran denda pelayanan ditanggung oleh pemberi kerja.
Pemerintah berharap perubahan sistem ini dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan di Indonesia. (dni)