koranindopos.com – Jakarta. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan dunia setelah secara terang-terangan melecehkan sekutu lama di Eropa dan Ukraina, sembari bersikap lebih lunak terhadap Rusia. Skenario yang dahulu terasa mustahil kini menjadi kenyataan di bawah kepemimpinannya di Gedung Putih. Pertanyaannya, ke mana arah kebijakan luar negeri AS di masa depan?
Selama beberapa dekade, Amerika Serikat dikenal sebagai pemimpin dunia yang menjalin aliansi erat dengan negara-negara Eropa, baik melalui NATO maupun kerja sama bilateral lainnya. Namun, di bawah pemerintahan Trump, hubungan tersebut mengalami pergeseran signifikan. Trump kerap mengkritik negara-negara Eropa, terutama dalam hal pembagian beban anggaran pertahanan di NATO, serta kebijakan perdagangan yang dinilainya merugikan AS.
Sikapnya terhadap Ukraina juga menjadi tanda tanya besar. Amerika Serikat sebelumnya berjanji melindungi Ukraina, terutama setelah Kyiv mengembalikan senjata nuklirnya kepada Rusia pada Desember tiga puluh tahun silam dengan imbalan jaminan keamanan dari Moskow dan Washington. Namun, Trump tampak enggan memberikan dukungan tanpa syarat kepada Ukraina dalam konflik melawan Rusia.
Berbeda dengan sikap keras terhadap sekutu Eropa, Trump justru terlihat lebih lunak terhadap Rusia. Sejak awal masa kepresidenannya, ia kerap memberikan komentar yang mengundang spekulasi mengenai kedekatannya dengan Presiden Vladimir Putin. Kebijakan luar negeri yang lebih akomodatif terhadap Rusia memicu kekhawatiran di kalangan pemimpin Eropa, yang merasa bahwa AS semakin mengurangi peran kepemimpinannya dalam menjaga stabilitas kawasan.
Beberapa analis menilai pendekatan ini sebagai bagian dari strategi “America First” yang dicanangkan Trump, di mana kebijakan luar negeri AS lebih berorientasi pada kepentingan domestik dibanding mempertahankan hubungan tradisional dengan sekutu. Namun, kebijakan ini juga berisiko melemahkan kredibilitas AS sebagai pemimpin dunia.
Perubahan sikap Trump terhadap sekutu lama dan Rusia berpotensi membawa konsekuensi besar bagi tatanan geopolitik global. Negara-negara Eropa mungkin mulai mencari alternatif lain untuk menjamin keamanan mereka, termasuk meningkatkan kerja sama militer tanpa keterlibatan AS. Ukraina, yang masih berjuang menghadapi ancaman Rusia, juga dapat merasa semakin terisolasi jika dukungan dari AS terus berkurang.
Sementara itu, hubungan AS-Rusia yang lebih dekat bisa berdampak pada berbagai isu global, termasuk pengaruh Rusia di Eropa Timur, kebijakan energi, serta dinamika di Timur Tengah. Jika Trump melanjutkan kebijakan ini, maka struktur aliansi global yang selama ini terbentuk dapat mengalami perubahan drastis.
Keputusan Trump untuk bersikap keras terhadap Eropa dan Ukraina, serta lebih lunak terhadap Rusia, menimbulkan banyak pertanyaan mengenai arah kebijakan luar negeri AS di masa depan. Apakah pendekatan ini akan membawa stabilitas atau justru meningkatkan ketegangan global? Akankah sekutu lama AS mulai meragukan komitmen Washington dalam menjaga keamanan dunia?
Yang pasti, dunia kini menyaksikan pergeseran besar dalam dinamika internasional. Bagaimana dampaknya bagi stabilitas global masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab.(dhil)