Koranindopos.com – Jakarta. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pengujian materiil terkait sistem pemilu yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada hari ini (15/6). Hasilnya, sistem pemilu yang dipakai pada Pileg 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka.
Politikus Gerindra Fadli Zon menilai MK masih konsisten dengan yurisprudensi yang telah dibuatnya. Yaitu sistem dan teknis pelaksanaan pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilihan presiden, merupakan bagian dari open legal policy alias ranah pembuat undang-undang.
”Dalam hal ini kewenangan untuk memutuskan masalah tersebut merupakan kewenangan dari DPR dan Presiden,” ujar Fadli dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/6). Anggota Komisi I DPR RI itu merasa senang dengan putusan tersebut meski sebelumnya banyak pihak khawatir terhadap independensi dan integritas MK.
Fadli menyatakan, MK telah menegaskan bahwa meski terdapat kekurangan dalam setiap sistem pemilu, perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek. Mulai dari kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hingga hak dan kebebasan berekspresi.
”Sehingga keputusan MK yang tidak mengabulkan permohonan perubahan sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup, merupakan berita gembira bagi demokrasi di Indonesia,” kata Fadli.
Bagi Fadli, sistem proporsional terbuka membuka ruang partisipasi publik dalam pemilu untuk dipilih dan memilih. Dia mengungkapkan beberapa alasan putusan MK terkait uji materi sistem pemilu pantas diapresiasi dan dipuji oleh publik.
Pertama, lanjut dia, putusan tersebut lahir ketika indeks kepercayaan publik terhadap MK untuk pertama kalinya dalam sejarah berada di bawah Mahkamah Agung (MA). Padahal, MK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan dua lembaga yang lahir sesudah proses reformasi.
”Biasanya selalu merajai survei kepercayaan publik. Namun, belakangan tingkat kepercayaan publik terhadap dua lembaga tadi terus merosot, di bawah lembaga penegakan hukum lainnya,” tutur Fadli. Di tengah melemahnya tingkat kepercayaan public itulah putusan MK yang tetap konsisten menjadikan sistem pemilu sebagai ranah open legal policy patut diapresiasi.
Kedua, kafa Fadli, putusan MK mengukuhkan pandangan bahwa isu sistem pemilu dalam hal ini proporsional terbuka ataupun tertutup, bukanlah termasuk isu konstitusional. Sebab, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tak pernah mengatur tentang sistem pemilu, baik bersifat proporsional terbuka atau tertutup.
Menurut Fadli, penentuan sistem pemilu merupakan isu teknis, bukan isu konstitusional. ”Ini ranahnya para pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah, bukan ranahnya MK untuk ikut menentukan,” tandas Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI ini.