koranindopos.com – Jakarta. Belakangan ini, tren review produk kosmetik oleh influencer dan content creator di media sosial semakin marak. Di satu sisi, fenomena ini memiliki dampak positif dalam hal edukasi masyarakat tentang produk kosmetik yang aman dan sesuai dengan kebutuhan kulit. Namun, di sisi lain, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia mencatat beberapa ulasan yang dilakukan tidak komprehensif dan bahkan melanggar peraturan yang berlaku.
Konten review kosmetik yang diproduksi oleh influencer beragam bentuknya. Beberapa di antaranya mengedukasi masyarakat tentang cara penggunaan kosmetik yang aman, serta memberikan informasi tentang bahan-bahan yang terkandung dalam produk. Di sisi lain, ada juga influencer yang mengunggah hasil uji mandiri terhadap produk tertentu, yang mengklaim menemukan kandungan bahan berbahaya atau memberikan klaim berlebihan tentang manfaat produk tersebut.
Fenomena review ini kerap kali mengundang perhatian masyarakat dan memengaruhi preferensi mereka dalam memilih produk kosmetik. Sebagian besar ulasan dikemas dengan cara yang menarik dan mengikuti tren yang sedang populer di media sosial, sehingga dapat menarik banyak penonton. Hal inilah yang menjadi sorotan BPOM, karena di satu sisi ulasan tersebut dapat membantu masyarakat memahami keamanan dan mutu produk kosmetik. Namun, di sisi lain, ulasan yang tidak berbasis informasi yang valid dapat menyesatkan dan membingungkan publik.
BPOM menekankan bahwa hasil pengujian terhadap produk kosmetik, khususnya yang bersifat rahasia, tidak boleh dipublikasikan tanpa izin dari pihak yang berwenang. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, BPOM adalah satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengumumkan hasil pengawasan produk kosmetik.
“Sesuai aturan, pernyataan yang bersumber dari hasil pengujian laboratorium bersifat rahasia, dan hanya pihak yang bertanggung jawab yang boleh menggunakannya untuk kepentingan mereka sendiri,” jelas Kepala BPOM, Taruna Ikrar. Oleh karena itu, apabila pihak yang tidak berwenang memviralkan hasil uji tersebut, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran yang akan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, termasuk melalui proses pro-justitia.
Salah satu pelanggaran yang sering ditemukan dalam konten kosmetik oleh influencer adalah penggunaan istilah “approved” atau “disetujui” terhadap produk tertentu. BPOM menegaskan bahwa hanya lembaga mereka yang memiliki kewenangan untuk menyatakan bahwa suatu produk kosmetik telah disetujui untuk dipasarkan. Pernyataan semacam ini berpotensi membingungkan konsumen dan mengarah pada keputusan yang salah dalam memilih produk.
“Perizinan dan pengawasan terhadap produk kosmetik adalah satu kesatuan yang kewenangannya melekat pada BPOM. Oleh karena itu, BPOM akan menindak tegas pihak yang menyatakan ‘approved’ terhadap produk kosmetik tanpa wewenang,” tegas Taruna Ikrar.
Sebagai lembaga yang memiliki tanggung jawab terhadap pengawasan peredaran kosmetik di Indonesia, BPOM berkomitmen untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Ini meliputi berbagai langkah seperti intensifikasi pengawasan, penindakan terhadap pelanggaran, bimbingan teknis bagi pelaku usaha, serta kampanye komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya memilih kosmetik yang aman dan bermutu.
Kewajiban untuk menjaga keamanan produk kosmetik dan mematuhi aturan yang berlaku menjadi tanggung jawab semua pihak, baik produsen, pemasar, hingga influencer. Oleh karena itu, BPOM akan terus melakukan pengawasan dan penertiban untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang tepat mengenai produk kosmetik yang mereka konsumsi.
Fenomena review kosmetik memang membawa dampak yang besar dalam memengaruhi keputusan pembelian masyarakat, namun peran BPOM sangat krusial dalam menjaga agar ulasan yang beredar tetap berbasis pada informasi yang akurat, aman, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ke depannya, diharapkan semakin banyak influencer yang menyadari pentingnya bertanggung jawab dalam memberikan ulasan yang benar dan tidak menyesatkan publik.(dhil)