Koranindopos.com – Jakarta. Dalam dunia hukum, nama Dr. Ranto Simanjuntak, S.H., M.H. mungkin tak asing lagi. Ranto menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) periode 2022-2027. Pengacara yang juga berprofesi sebagai Kurator dan Pengurus dalam proses Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini juga telah menjadi Doktor Ilmu Hukum ke-151 di Universitas Pelita Harapan.
Namun siapa sangka, kegagalan dalam tes Akabri lah yang akhirnya mengantarkannya menjadi seorang pengacara. Pepatah “kejarlah mimpimu setinggi langit” mungkin terdengar klise, namun bagi Ranto Simanjuntak, perjalanan hidupnya mengambil arah yang tak terduga. Setelah lulus SMA dan gagal dalam uji tes Akabri, Ranto mengubah jalannya menjadi seorang pengacara.
“Mungkin ini adalah semacam pelarian. Saat dulu SMA nggak gol masuk Akabri, jadi pemikiran saya yang penting bisa berguna dalam penegakan hukum,” ujarnya di kantornya di Jakarta Pusat.
Meskipun awalnya menjadi pengacara adalah pilihan alternatif, Ranto kemudian merasakan panggilan dalam profesi ini. Bergabung dengan perusahaan corporate, holding company Raja Garuda Mas (RGM), yang dimiliki oleh salah satu pengusaha ternama Indonesia, Ranto membangun karirnya selama 13 tahun.
Meski posisinya cukup nyaman, keinginan untuk mendirikan kantor pengacara sendiri mendorongnya melepaskan kenyamanan tersebut.
“Perjuangannya nggak mudah. Saya harus melepaskan sesuatu yang tidak nyaman. Saya sudah 13 tahun dan posisi saya sudah lumayan jelas. Saya senior manajer di sana,” papar Ranto.
Namun, sekitar tahun 2007, Ranto mengambil langkah besar dengan mendirikan kantornya sendiri yang diberi nama Ranto P Simanjuntak & Partners.
Berbeda dengan sebagian besar pengacara yang mengandalkan publisitas, Ranto memilih nomor dua untuk mengangkat namanya, fokus pada kualitas sebagai landasan karirnya.
“Kita tidak pungkiri ada lawyer yang sudah mapan. Tanpa publikasi sudah terkenal. Tapi ada juga yang mengkhususkan diri menangani artis. Mungkin lebih singkat. Toh itu juga nggak menjamin karena bagaimana dia tangani perkara. Mau terkenal apapun, kalau nggak bisa dipercaya, gimana?” jelas Ranto.
Kepercayaan klien menjadi landasan utama bagi Ranto. Prinsip ini membantu mempertahankan kariernya selama delapan tahun.
“Karena itu kepercayaan. Orang makin percaya dia bisa bertahan. Klien pada saat menunjuk sebagai pengacara, mereka sudah mempercayakan ke kita,” ujar Ranto, menekankan pentingnya kepercayaan dalam dunia hukum.
Meski stereotip mengenai biaya jasa pengacara seringkali tinggi, Ranto menegaskan bahwa keinginannya untuk membantu orang lain tak terbatas oleh bayaran. “Ada yang minta tolong, harusnya kita bantu. Itu yang kita pegang. Ada yang dari publikasi. Untuk saat ini, kantor kami komitmen, kita fokus benar-benar tangani perkara dari hati,” tambahnya.
Bahkan, untuk beberapa kasus, Ranto rela tidak menerima bayaran. Bagi Ranto, kepuasan sebagai pengacara terletak pada kemampuannya untuk membela hak kliennya. “Kita tidak lihat adanya duit. Ada duit itu wajar, tapi nggak ada harga mati. Tergantung kemampuan klien,” jelasnya.
Salah satu momen berkesan bagi Ranto adalah ketika ia berhasil membela hak tiga orang pekerja rumah sakit. Meskipun tidak dibayar secara finansial, kebahagiaan mereka menjadi hadiah yang tak ternilai.
“Tiga suster itu sudah kerja 25 tahun. Dia mau dipecat tanpa diberikan pesangon. Dia nggak kasih saya sepeserpun. Yang dia kasih, dia masakin ikan mas. Makan kami bersama,” kenang Ranto sambil tertawa.
Namun, seperti kehidupan seorang pengacara, Ranto juga merasakan kekecewaan dari kliennya. Meskipun demikian, komitmennya dan keyakinan bahwa kesulitan akan teratasi melalui dedikasi yang kuat tetap memandu langkahnya. “Sering. Ada yang sudah mau beres, kita ditinggalin. Semua pasti ada kesulitan. Tapi sejauh kita berkomitmen, semua akan tercapai,” tutupnya.