koranindopos.com – Jakarta. Jemaah haji tahun ini mendapatkan kesempatan langka untuk menyaksikan fenomena astronomis yang dikenal sebagai Istiwa A’zam. Peristiwa ini terjadi dua kali dalam setahun ketika matahari berada tepat di atas Ka’bah. Dalam kondisi ini, matahari berada tegak lurus di atas Ka’bah, membuat bayangan benda yang berdiri tegak menghilang seolah tidak memiliki bayangan, yang juga disebut sebagai zero shadow.
Secara astronomis, matahari berpindah sebesar 23,5 derajat ke utara antara Maret hingga September dan ke selatan pada bulan-bulan lainnya. Karena posisi Ka’bah yang berada di 21° 25‘ lintang utara, matahari akan berada tepat di atasnya pada waktu tertentu. Hal ini membuat nilai azimut matahari sama dengan nilai azimut lintang geografis tempat tersebut.
Menurut Arabnews, fenomena ini terjadi pada tanggal 28 Mei pukul 12.18 waktu Makkah dan 16 Juli pukul 12.27 waktu Makkah setiap tahunnya. Pada tahun kabisat, peristiwa ini akan terjadi sehari lebih awal, yaitu pada 27 Mei dan 15 Juli.
Pada 28 Mei 2024, sebagian jemaah haji Indonesia sudah berada di Makkah, baik yang tiba melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah maupun King Abdul Aziz International Airport (KAAIA), Jeddah. Jemaah dari Madinah akan mulai diberangkatkan ke Makkah pada 20 Mei 2024, sementara jemaah gelombang kedua akan tiba di Jeddah pada 24 Mei 2024.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kemenag RI, Adib, menjelaskan bahwa fenomena ini juga disebut Rashdul Kiblat, di mana bayang-bayang benda waktu itu adalah bayang-bayang kiblat.
“Peristiwa Istiwa A’zam atau Rashdul Kiblat akan terjadi pada Senin dan Selasa, 27 dan 28 Mei 2024, bertepatan dengan 18 dan 19 Zulkaidah 1445 H pada jam 16:18 WIB atau 17:18 WITA. Saat itu, matahari akan melintas tepat di atas Ka’bah,” ujar Adib di Jakarta, 15 Mei 2024.
Ditjen Bimas Islam Kemenag mengimbau umat muslim di Indonesia untuk mengecek arah kiblat pada Senin dan Selasa, 27 dan 28 Mei 2024, seiring terjadinya peristiwa Istiwa A’zam atau Rashdul Kiblat tersebut. Adib menjelaskan bahwa ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memverifikasi arah kiblat, di antaranya menggunakan kompas, theodolite, serta fenomena Istiwa A’zam. “Ini adalah waktu yang tepat bagi kita, umat muslim Indonesia, untuk kembali mengecek arah kiblat,” kata Adib.
Menurut Adib, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat masyarakat melakukan pengecekan arah kiblat pada momen Istiwa A’zam atau Rashdul Kiblat. Pertama, pastikan benda yang menjadi patokan harus benar-benar berdiri tegak lurus atau menggunakan lot/bandul. Kedua, permukaan dasar harus datar dan rata. Ketiga, jam pengukuran harus disesuaikan dengan waktu resmi dari BMKG, RRI, atau Telkom. (hai)