koranindopos.com, Jakarta —Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menegaskan bahwa tantangan utama dunia kerja Indonesia saat ini bukan semata terkait angka pengangguran atau rendahnya keterampilan tenaga kerja, melainkan ketiadaan hubungan industrial yang inklusif dan berbasis kepercayaan.
Dalam forum International Conference on Law, Economic and Social Justice yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Nasional di Jakarta, Kamis (19/6/2025), Yassierli mengungkapkan bahwa ketimpangan di sektor ketenagakerjaan, mulai dari dominasi pekerja informal, rendahnya perlindungan sosial, hingga minimnya peran serikat pekerja, menunjukkan perlunya reformasi mendasar dalam hubungan industrial.
“Relasi kerja di Indonesia masih terlalu sering berjalan di atas ketidakpercayaan dan pola konflik. Kita harus ubah menjadi kolaboratif dan strategis. Ini bukan lagi soal menyelesaikan masalah, tetapi membangun masa depan bersama,” ujar Yassierli.
Ia menambahkan bahwa pihaknya tengah menyusun kerangka kematangan hubungan industrial yang mencakup aspek perlindungan sosial, upah, keselamatan kerja, waktu kerja, kebebasan berserikat, serta mekanisme penyelesaian perselisihan. Kerangka ini diharapkan menjadi fondasi bagi hubungan kerja yang sehat, partisipatif, dan berkelanjutan.
Selain itu, Menaker juga menyoroti pentingnya pengembangan sistem pelatihan vokasi yang relevan dengan kebutuhan industri masa depan, keterlibatan kelompok rentan dalam ekosistem kerja, serta dorongan bagi perusahaan untuk tidak hanya patuh terhadap hukum, tetapi menjadi motor perubahan budaya kerja.
“Kita butuh lebih dari sekadar regulasi. Kita butuh ekosistem yang membangun kepercayaan, mendorong kesetaraan, dan menghasilkan produktivitas secara kolektif,” tegasnya.
Terakhir, Menaker mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan hubungan industrial bukan sekadar kebijakan pemerintah, tetapi sebagai gerakan nasional menuju masa depan kerja yang inklusif dan berkeadilan. (rls/IPC)