koranindopos.com – Jakarta. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memimpin rapat terbatas (ratas) mengenai percepatan kewajiban sertifikasi halal pada Rabu (15/05/2024) di Istana Merdeka, Jakarta. Dalam rapat ini, pemerintah memutuskan untuk memperluas kewenangan dalam penetapan kehalalan produk.
“Tadi rapat dengan Bapak Presiden terkait dengan revisi PP 39 Tahun 2021 yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Dengan perubahan tersebut, salah satunya adalah perluasan kewenangan kehalalan produk, tidak hanya oleh MUI pusat tetapi juga MUI provinsi, MUI kabupaten/kota, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, dan oleh Komite Fatwa Produk Halal,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan persnya usai mengikuti ratas.
Airlangga menjelaskan bahwa perubahan ini juga mencakup penambahan lingkup inspeksi terhadap tempat pemotongan hewan dan unggas selain rumah potong hewan (RPH). Sinkronisasi peraturan antara Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Agama (Kemenag) juga akan dilakukan. Penetapan kehalalan produk akan berdasarkan standar fatwa halal yang ditetapkan oleh pemerintah, serta pembentukan Komite Fatwa Halal yang terdiri dari unsur akademisi dan ulama yang ditetapkan oleh Menteri Agama.
“Selama ini diatur dalam PP 39 bahwa RPH itu hanya dilakukan di RPH, tetapi ditambahkan tempat lainnya untuk pemotongan hewan dan unggas, artinya di pasar basah juga bisa dipotong,” ujarnya.
Airlangga menambahkan bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2021, kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan akan selesai pada 17 Oktober 2024. Namun, pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal belum mencapai target, dengan banyak produk usaha mikro dan kecil (UMK) yang belum tersertifikasi.
Sejak 2019, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) baru menerbitkan sertifikat halal untuk 4.418.343 produk, atau 44,18 persen dari target 10 juta produk. Sementara itu, total jumlah UMK di Indonesia mencapai sekitar 28 juta unit usaha.
“Bapak Presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan, minuman, dan lainnya, pemberlakuannya diundur dari 2024 menjadi 2026. Itu disamakan dengan obat tradisional, herbal, kosmetik, aksesoris, barang gunaan rumah tangga, dan alat kesehatan. Jadi khusus UMKM, itu digeser ke 2026,” jelasnya.
Airlangga menambahkan bahwa pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal untuk produk makanan, minuman, hasil penyembelihan, dan jasa penyembelihan setelah 17 Oktober 2024 tetap diberlakukan untuk pelaku usaha menengah dan besar. Namun, untuk pelaku UMK, direlaksasi sampai 17 Oktober 2026. Produk impor juga direlaksasi hingga 2026 berdasarkan mutual recognition agreement (MRA).
“Terkait dengan produk dari berbagai negara lain, maka akan diberlakukan setelah negara tersebut menandatangani MRA dengan Indonesia. Saat ini, 16 negara sudah melakukan MRA, sehingga barangnya bisa masuk karena halalnya disertifikasi di negara asal. Namun, bagi negara yang belum menandatangani MRA ini belum diberlakukan,” tandasnya.