.Koranindopos.com – Jakarta. Menghadapi efisiensi anggaran cukup besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) tetap menjamin seluruh layanan publik dan program prioritas tetap berjalan. Pemangkasan anggaran yang mencapai lebih dari sepertiga tak menyurutkan komitmen lembaga ini dalam memberikan akses informasi dan literasi bagi masyarakat luas.
Dari pagu awal sebesar Rp721,6 miliar, Perpusnas mengalami pemangkasan sebesar Rp279,8 miliar. Alhasil, anggaran yang tersisa untuk Tahun Anggaran 2025 tinggal Rp441,8 miliar. Di tengah tantangan ini, Perpusnas menegaskan komitmennya untuk tetap membuka layanan hingga pukul 19.00 WIB dan tetap beroperasi pada akhir pekan.
“Kami memastikan pelayanan tetap berjalan maksimal. Perpusnas masih buka hingga pukul 19.00 WIB dan tetap melayani pada hari Sabtu dan Minggu,” ujar Kepala Perpusnas, E. Aminudin Aziz, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI di Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Salah satu program yang dipertahankan adalah distribusi bahan bacaan bermutu sebanyak 1.000 buku ke 10.000 titik di seluruh Indonesia, mencakup perpustakaan desa, taman bacaan masyarakat, hingga perpustakaan di rumah ibadah. Program ini tetap dijalankan tanpa pengurangan, sebagai bagian dari upaya pemerataan literasi nasional. “Jumlah ini tidak ditambah, kami jaga agar tidak ada pengurangan,” tambah Aminudin.
Namun, keterbatasan anggaran mulai terasa ketika menyentuh aspek pelestarian naskah kuno—warisan budaya yang menyimpan nilai sejarah penting. Aminudin mengungkapkan kekhawatirannya bahwa upaya digitalisasi dan preservasi naskah belum bisa dilakukan secara optimal.
“Untuk naskah-naskah lama, kami belum bisa melaksanakan preservasi dan digitalisasi secara optimal karena keterbatasan anggaran. Namun, itu bukan berarti kami tidak melakukannya. Kami memilahnya berdasarkan tingkat ancaman kerusakannya agar dapat diselamatkan sebaik-baiknya,” jelasnya.
Sebagai bentuk solusi, Perpusnas menggalakkan pendekatan pelestarian berbasis masyarakat. Dalam model ini, Perpusnas tidak bekerja sendiri, melainkan membangun kemitraan dengan pemerintah daerah, pemilik naskah, dan komunitas budaya. “Pelestarian berbasis masyarakat ini artinya kami berbagi tanggung jawab, sehingga naskah-naskah yang dimiliki oleh pemerintah daerah dan masyarakat dapat dilestarikan oleh mereka sendiri, dengan dukungan dari kami berupa tenaga ahli,” imbuh Aminudin.
Langkah efisiensi yang dilakukan Perpusnas mendapatkan apresiasi dari Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. Ia menilai, upaya menjaga layanan publik tetap maksimal di tengah keterbatasan anggaran mencerminkan kepedulian terhadap kebutuhan literasi masyarakat.
“Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memang merasakan manfaat dari layanan yang diberikan, meskipun efisiensi anggaran cukup signifikan,” ujar Hetifah.
Namun demikian, keprihatinan turut disampaikan oleh beberapa anggota dewan, terutama terkait program pelestarian naskah kuno. Legislator Fraksi PDIP, Bonnie Triyana, menyoroti risiko hilangnya ribuan naskah karena keterbatasan anggaran preservasi. Ia mencatat bahwa tahun ini hanya 1.900 dari 10.300 naskah kuno yang bisa dipreservasi.
“Artinya, ada sekitar 8.400 naskah yang terancam punah. Ini menyangkut keberlangsungan pengetahuan dan peradaban Nusantara,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa dari 119.550 naskah kontemporer, hanya 33.200 yang bisa diselamatkan, sementara sisanya berisiko rusak akibat iklim tropis yang lembab dan ketiadaan fasilitas penyimpanan yang memadai.
Senada dengan hal tersebut, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PAN, Ratih Megasari Singkarru, mendorong pelibatan lembaga lokal dan komunitas budaya daerah dalam upaya pelestarian naskah kuno. Ia meyakini, partisipasi masyarakat akan memperkuat rasa kepemilikan terhadap warisan budaya.
“Naskah kuno ini menyatukan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Kita harus pikirkan mitigasi yang melibatkan masyarakat lokal, agar merasa ikut bertanggung jawab menjaga warisan mereka sendiri,” kata Ratih.
Meski menghadapi tantangan besar dalam aspek anggaran, Perpusnas tetap berdiri sebagai garda terdepan dalam menjaga literasi dan melestarikan warisan budaya Indonesia. Kolaborasi lintas sektor diyakini menjadi kunci utama untuk tetap menjaga nyala semangat literasi dan sejarah di tengah tekanan finansial.
–