Koranindopos.com – Mekkah. Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Yandri Susanto, meminta pemerintah memasukkan poin-poin hukuman (denda) dalam kontrak kerja dengan penyedia layanan haji (Masyariq) untuk pelayanan haji. Dia meminta masyariq yang tak menyediakan layanan (lalai) sesuai kesepakatan harus mengembalikan pembayaran.
”Uang yang dikembalikan dari masyariq, itu nanti dikembalikan lagi ke jemaah haji,” ujar Yandri seperti dikutip dari laman resmi DPR RI, Minggu (2/7). Pernyataan tersebut setelah sebelumnya sebagian jemaah haji Indonesia tak terurus dengan baik selama menjalani ibadah di Tanah Suci Mekkah, khususnya saat di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna).
Para jemaah sempat telantar karena bus lambat menjemput, sehingga terpaksa tidur di luar tenda sebab jemaah overload, dan enggan ke toilet yang antreannya semrawut. Pengelola ibadah haji semenjak di Arafah hingga Mina adalah penyedia layanan haji, atau disebut masyariq, yang diajukan Pemerintah Arab Saudi.
”Pemerintah Indonesia mengikat kontrak dengan para masyariq ini, karena memang peraturan di Saudi hanya mereka yang diberi wewenang mengurus pelayanan haji,” jelas Yandri. Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN ini menilai kinerja masyariq-masyariq dari Arab Saudi terbilang mengecewakan.
Menurut Yandri, jemaah Indonesia mengalami berbagai masalah yang menguji kesabaran selama beribadah di Armuzna. Jemaah telantar dari subuh hingga siang hari tanpa bekal makanan dan minuman di Muzdalifah, lalu tak kebagian tempat tidur karena penuhnya tenda di Mina, ada pula masalah toilet mampet dan tak keluar air hingga mengakibatkan sebagian jemaah enggan berurusan dengan mandi cuci kakus (MCK).
Tim Pengawas Pelaksanaan Haji DPR RI mendorong pemerintah Indonesia agar protes keras terkait kinerja masyariq-masyariq ini. Protes keras bisa dilayangkan ke Pemerintah Saudi yang menyodorkan mereka ke Pemerintah Indonesia.
”Pemerintah Indonesia harus menyampaikan protes keras kepada pemerintah Arab Saudi atas layanan yang bermasalah ini karena pemerintah Arab Saudi yang menawarkan masyariq ini kepada Kementerian Agama,” tandas Yandri yang juga anggota Komisi VIII DPR RI ini.
Sementara itu, perjanjian secara hukum antara Kementerian Agama dengan pengelola masyair (ongkos haji, red) itu juga harus lebih detail dan juga berada dalam kerangka sifatnya dokumen yang ada legal draftingnya. Jadi ada landasan legalnya, landasan hukumnya, sehingga apabila terjadi hal-hal seperti ini kita bisa menuntut pengembalian uang,” tandas Yandri.