Koranindopos.com – Jakarta. Tiga advokat kawakan, yaitu Cemby Hutapea, S.H., Muhammad Iqbal Arbianto, S.H., M.H., C.Med., dan Errio Ananto Putra, S.H., berhasil membuat gebrakan besar dalam dunia hukum. Mereka sukses memenangkan perkara sengketa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang melibatkan tuntutan kerugian hingga Rp3 triliun.
Kemenangan ini didapatkan dengan memanfaatkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, sebuah strategi hukum yang membuktikan kepiawaian ketiga advokat dalam menangani kasus besar.
Perkara yang terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan nomor 316/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Tim ini diajukan oleh Edwin Soeryadjaya dan pihak terkait sebagai penggugat, yang mempersoalkan proses Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk pembangunan Kantor Kedutaan Besar India di Kuningan, Jakarta. Penggugat mendalilkan bahwa PBG tersebut diterbitkan tanpa proses yang sesuai, dan menilai pembangunan ini akan menimbulkan dampak seperti debu dan kebisingan yang signifikan.
”Kasus ini bermula dari dipermasalahkannya PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) yang diterbitkan oleh Dinas PTSP DKI Jakarta cq Jakarta Selatan untuk melakukan pembangunan Kantor Kedutaan Besar India di Kuningan, Jakarta. Penggugat mendalilkan PBG tersebut tidak melalui proses yang sesuai dan apabila tetap dibangun akan banyak debu dan kebisingan,” jelas Cemby Hutapea, S.H. selaku kuasa hukum PT. BITA Enarcon Engineering, perusahaan yang ditunjuk sebagai konsultan perencana proyek dalam keterangan resminya.
“Klien kami adalah Konsultan Perencana dalam proyek konstruksi pembangunan Gedung Kedutaan Besar India tersebut dan bukan pihak yang mengurus penerbitan PBG tersebut. Lagi pula, menurutnya, penerbitan PBG, apalagi untuk gedung-gedung tinggi, tentunya telah melalui proses yang sangat teliti dan hati-hati dan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik,” lanjutnya.
Namun, dalam putusan sela yang dikeluarkan pada 30 Oktober 2024, majelis hakim menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima. Majelis hakim menyetujui eksepsi dari para tergugat, yang menilai penggugat tidak beriktikad baik dalam menjalani proses mediasi.
“PBG untuk gedung tinggi seperti ini tentu melalui proses yang teliti dan sesuai aturan,” ujar Cemby.
Muhammad Iqbal Arbianto, S.H., M.H., C.Med., atau yang akrab disapa Abi, menyoroti pentingnya pemahaman tentang prosedur mediasi dalam perkara ini. Menurutnya, Perma 1 Tahun 2016 dengan jelas mengatur bahwa para pihak harus menjalani mediasi dengan itikad baik. Abi menjelaskan bahwa ketidakhadiran prinsipal penggugat dalam proses mediasi sebanyak tiga kali tanpa alasan yang jelas menunjukkan kurangnya iktikad baik dari pihak penggugat.
“Penggugat tiga kali gagal menghadirkan prinsipal dalam mediasi tanpa alasan yang sah, yang menunjukkan kurangnya niat baik dalam proses hukum ini,” tegasnya.
Errio Ananto Putra, S.H., menyatakan harapannya agar putusan ini menjadi ‘Landmark Decision’ yang akan memperkuat pemahaman tentang pentingnya keterlibatan prinsipal dalam proses mediasi.
“Dengan keputusan ini, diharapkan para pihak yang bersengketa dapat lebih memahami pentingnya keterlibatan langsung dalam proses mediasi, sebagaimana diatur dalam Perma 1 Tahun 2016,” tuturnya.
Errio juga memberikan apresiasi kepada majelis hakim yang dinilai telah memberikan putusan secara adil dengan pertimbangan hukum yang tepat. Ia menyebut keputusan ini sebagai langkah maju dalam penegakan hukum, terutama dalam penerapan aturan mediasi di pengadilan.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur ini menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap prosedur mediasi di pengadilan. Dengan adanya kasus ini, diharapkan lebih banyak pihak yang memahami konsekuensi hukum dari tidak menghadirkan prinsipal dalam mediasi.