koranindopos.com – Jakarta. Pertumbuhan kajian – kajian Dalam ilmu keIslaman, saat ini sudah menjadi perhatian bagi semua kalangan, terutama : pemeluk agama Islam ahlussunnah wal Jamaah. Yang berpegangan teguh pada AlQuran dan Sunnah Rassullah SAW. Bila dihadapkan sejak abad-19 dalam dakwah salafi, hingga sekarang di tahun 2023M kehadiran para Jamaah semakin nyata dan tampak fisik kehadiran di beberapa masjid-masjid yang mengadakan kajian Sunnah semakin benyak. Ditambah lagi adanya kemudahan baik menyajikan maupun menyimak kajian melalui fasilitas media online, berupa : youtube, facebook maupun Instagram. Bisa di saat livestreaming maupun berupa hasil rekaman, tinggal dipilih sesuai topik yang akan diminati.
Bukan berarti jumlah jamaah di masjid mengalami hal kekurangan. Disini kehadiran jamaah tetap ramai, banyak mengikuti program yang disajikan dari masing-masing DKM dan pengurusnya, seperti misalnya : kajian subuh, kajian Dhuha hingga kajian ba’da Magrib dan lain-lain. Antusias Jamaah seperti ini memberi respon positif Dalam keilmuan Islam. Memang sewajarnya Islam lebih mendekatkan pada semua cabang Ilmu, baik berupa : Pendidikan akhlak, Pendidikan aqidah, Syariat Islam, Tafsir Alquran dan Ketauhidan adalah sangat memberi dampak kemashalatan bagi seluruh umat di muka bumi ini. Sejatinya sejak Nabi-Nabi terdahulu yang telah menjalankan sesuai Syariat Islam, kesemuanya selalu bersamaan Dalam Ilmu untuk melakukan Syiar kepada seluruh umat dan Makhluk sebagai Hamba Allah TaÁla. Diketahui didalam ilmu banyak memberi manfaat serta perlindungan Dalam keberlangsungan habitat dan ekosistem bagi semua makhluk di muka bumi.
Semangat yang mereka kibarkan tersebut adalah berfokus dalam usaha mengembalikan pemahaman Agama kepada pemahaman dan praktik yang paling otentik yang membuat mereka tak lagi memikirkan wilayah-wilayah politik. Mereka adalah kelompok yang berpatron kepada para ulama puritan ini cenderung mengutamakan moral prbadi dan tunduk kepada system politik yang ada. Artinya bagi mereka keadaan politik saat ini bukan lagi suatu prioritas untuk diperjuangkan. Mereka telah merasa sepenuhnya berada di Negara Islam. Sehingga tak perlu lagi memusingkan keadaan dengan berupaya menegakkan syari‟ah, cukup dengan beribadah dan beragama sesuai dengan pemahaman para salaf saja. Itulah sebabnya Gerakan Dakwah salafi ini cenderung bersifat pasif dalam urusan politik.
Sejarah Islam di Indonesia yang begitu panjang sebenarnya telah memberikan pengetahuan kepada kita bahwa corak pemikiran salafi telah ada di tiap level atau tiap era dalam rentang sejarah Islam di Indonesia. Menurut kalangan salafi, sesungguhnya cikal bakal Dakwah salafi telah ada bersamaan dengan proses Islamisasi di Nusntara yang dilakukan oleh para Wali Songo. Dalam pandangan kalangan salafi, Syekh Maulana Malik Ibrahim dan para Wali Songo adalah orang yang ber-manhaj Salaf. Hanya saja mereka tidak bisa mengklaim hal tersebut dikarenakan tokoh-tokoh penyebar agama Islam di Jawa tersebut telah diklaim oleh kalangan Nahdhiyin sebagai tokoh dakwah mereka. Selain itu, telah terjadi distorsi dalam sejarah dakwah para Wali Songo sehingga tergambar bahwa Islam yang dibawa oleh para Wali Songo ini telah penuh dengan campuran adat istiadat yang sinkretis penuh dengan takhayyul dan bid‟ah . Dan seperti kita ketahui, memang dalam proses Islamisasi yang dimulai sejak Islam pertama kali datang ke Nusantara, telah banyak praktik-praktik yang bercampur baur dengan agama local atau pun agama sebelumnya—hindu dan budha. Praktik yang bersifat sinkretis inilah yang dianggap sebagian kalangan sebagai bentuk penyimpangan dalam Islam, sehingga perlu dibersihkan. Upaya inilah yang disebut sebagai gerakan pembaruan.
Sehingga kalangan salafi melihat satu-satunya tokoh yang bisa dikatakan sebagai pengibar Dakwah salafi di awal perkembangan Islam di Nusantara adalah Tuanku Imam Bondjol bersama Gerakan Pembaruan di Sumatera Barat. Hal ini dikuatkan oleh beberapa hal diantaranya adalah mereka telah tertuduh sebagai Wahhabi dan dakwahnya pun dakwah yang mengusung pemurnian 8. Pemurnian yang dimaksud ini bisa kita lihat dari upaya Gerakan ini yang menjadikan tarekat-tarekat sufi sebagai sasaran dan giat membersihkan ajaran-ajaran agama dari sinkretisme serta menyadarkan kaum Muslimin yang—pada saati itu—hanya menganut Islam dalam nama saja. Mereka juga bertujuan membersihkan agama dari prakttik-praktik yang tidak tepat dan menyerukan kepada kaum Muslimin untuk kembali kepada ajaran-ajaran murni Islam.
Salafi sebagai sebuah gerakan sosial tentunya memliki sebuah framing dalam pengemasan ideologinya. Framing juga sekaligus menjadi penanda bagi aktivitas-aktivitas para aktor-aktor dari gerakan dakwah salafi. Beberapa tahapan framing dari gerakan dakwah salafi di Indoensia. Setidaknya ada 3 (tiga) core utama dalam sebuah proses framing, sebagaimana yang disebutkan oleh (ref. dari Benford dan Snow thn 2000), melalui 3 tahap inilah framing sebuah gerakan terbentuk dan menghasilkan tindakan. Ketiga tahap tersebut antara lain, diagnostic framing, prognostic framing dan motivational framing.
Ya Allah… Berilah kami hidayah dan petunjuk-Mu, supaya kami bisa istiqamah dalam berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para salaf. Wallahu waliyyut taufiq.